INDONESIA OOH PENDIDIKAN INDONESIA
Berbicara soal pendidikan, didalamnya tidak terlepas
dari peran dan tanggung jawab pemerintah terhadap peningkatan kualitas SDM di
indonesia. Termasuk juga peranan masyarakat sebagai pelaku utama pendidikan.
Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan bukan sekedar formalitas belaka namun
mengerti dan memahami dengan benar bagaimana berinvestasi pada pendidikan.
Peranan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan pendidikan tidak akan maksimal
tanpa partisipasi masyarakat didalamnya, mengingat adanya pemikiran yang
berkembang di kalangan masyarakat untuk investasi didunia kerja (bekerja atau
lainnya) daripada investasi pendidikan. Mungkin masih dapat diterima jika
mengacu pada masyarakat yang kurang mampu.
Education In Indonesia, Sistem Pendidikan Di
Indonesia. Seperti apakah pendapat Anda tentang Education In Indonesia? Mari
kita ketahui bagimana sistem education in Indonesia atau pendidikan di
indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah tanggung jawab
dari Departemen Pendidikan Nasional Indonesia , sebelumnya adalah
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia
yang di programkan oleh pemerintah adalah semua warga negara harus melakukan
setidaknya sembilan tahun pendidikan wajib, di mulai enam tahun pada tingkat SD
dan selanjutnya tiga tahun di bangku SMP.
Pendidikan sendiri telah didefinisikan sebagai sebuah
upaya yang direncanakan untuk mendirikan suatu lingkungan belajar dan proses
kegiatan pendidikan sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan / potensi
nya yang ada pada dirinya sendiri untuk mendapatkan tingkat religius dan
spiritual, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, perilaku dan kreativitas untuk
dirinya sendiri, lainnya warga negara dan untuk bangsa. Konstitusi juga
telah mencatat kalau pendidikan di Indonesiasecara garis besar telah
dibagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan formal dan non-formal. SElanjutnya
pendidikan formal juga masih dibagi lagi menjadi tiga level yaitu, tingkat
primer, sekunder dan pendidikan tinggi.
Sekolah sekolah yang ada di Indonesia dijalankan baik
oleh pemerintah (Negeri) atau pribadi (Swasta). Beberapa sekolah dari swasta
menyebut diri mereka sebagai "sekolah nasional plus" yang berarti
bahwa mereka melampaui ketentuan minimum pemerintah, terutama dalam kaitannya
dengan penggunaan kurikulum bahasa Inggris atau internasional di samping
kurikulum nasional.
Banyak sudah kita dengarkan saran dan kritik untuk
mengatasi persoalan pada sistem pendidikan kita. Akan tetapi seiring
berjalannya waktu, topik-topik tersebut mengalami ketidakpastian dalam
pengaplikasiannya. Tampaknya kita berputar-putar dalam lingkaran dan maju secara
perlahan jika kata “kemandekan” atau “kegagalan” terlalu vulgar untuk
diutarakan. Pemerintah dan organisasi pendidikan di indonesia terlalu sibuk
dengan sistem informasi manageman, analisis finansial, angka kelulusan dan
data-data kuantitatif lainnya sehingga terpisah jauh dari jantung pendidikan
itu sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir ini. Devaluasi standart kualitas
pendidikan tidak hanya melanda organisasi pendidikan saja, tetapi telah merusak
sistem pendidikan kita.
Bukti nyata dari gejala-gejala ketidakefektifan
pendidikan di indonesia adalah banyaknya penggangguran di indonesia termasuk
“produk-produk gagal” bertitle S1 meskipun hal ini tidak terlepas dari dampak
krisis ekonomi dunia tapi setidaknya indikasi bahwa produk pendidikan kita belum
siap berhadapan dengan kerasnya globalisasi dan persaingan didunia luar. Data
statistik yang banyak dilansir media-media yang beredar memang menyebutkan
bahwa tingkat penggangguran di indonesia telah mengalami penurunan, dilihat
dari tingkat pertumbuhan ekonomi indonesia yang semakin membaik. Tapi realita
di lapangan masih menyisakan keprihatinan tersendiri. Bagaimana tidak, masih
banyak pekerjaan yang tidak layak disebut pekerjaan seperti pemecah batu,
penambang pasir hingga pekerja seks yang mengkomersilkan diri (mungkin hal
semacam ini dimasukan oleh organisasi-organisasi yang melakukan survey sehingga
data statistik pertumbuhan ekonomi kita mengalami peningkatan) meskipun
variabel-variabel tersebut tidak dapat dipakai sebagai patokan utama penilaian
keberhasilan atau kegagalan pendidikan di indonesia. Setidaknya saya selalu
berpendapat bahwa kemiskinan itu identik dengan kebodohan. Dan jika masyarakat
kita masih banyak yang hidup dalam kemiskinan, saya dengan mudah menyimpulkan
bahwa pendidikan kita mengalami kegagalan. Yang jelas kualitas pendidikan kita
akan selalu menjadi tanda tanya besar di masa yang akan datang.
Sistem pendidikan saat ini seperti lingkaran setan,
jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang mengetahui
karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut betul sekali,
namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali saya lihat nilai raport yang
dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak memanipulasi
nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya terlihat guru
tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4 atau 5 di
raport dan lain sebagainya. Mengapa guru bersikap demikian, mengapa nilai
siswa-siswa banyak yang belum tuntas, salahkah guru?? Jawabannya bisa ya bisa
tidak, bisa ya karena mungkin guru tersebut tidak memiliki kompetensi mengajar
yang memadai, bisa tidak, karena sistem pendidikan Indonesia mengharuskan siswa
mempelajari bidang studi yang terlalu banyak. Rata-rata bidang studi yang harus
mereka pelajari selama satu tahun pelajaran adalah 16 bidang studi, dengan
materi untuk tiap bidang studi juga banyak, abstrak dan tidak sesuai dengan
kebutuhan siswa.
Sistem pendidikan kita terlalu memaksa anak untuk
dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi yang sedemikian
abstrak, yang selanjutnya membuat anak merasa tertekan/stress yang dampaknya
membuat mereka suka bolos, bosan sekolah, tawuran, mencontek, dan lain-lain.
Yang pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka
kurang padahal sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau
karena tidak boleh ada nilai kurang atau karena kasihan beban pelajaran siswa
terlalu banyak, kemudian guru melakukan manipulasi nilai raport. Nilai raport
inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan
kuliah atau ikut PMDK dan lain sebagainya. Tahukah siswa akan kenyataan pahit
ini? Lalu apakah UN solusi untuk melihat kemampuan siswa? Bukan, karena UN
tidak adil, bahwa kemampuan siswa tidak dapat distandardisasi.
Beberapa tahun terakhir ini, beberapa teman mulai
menerapkan home schooling pada anak-anak mereka, seorang teman melakukannya
karena permintaan putranya yang berusia 14 tahun, karena si anak merasa sekolah
membosankan, menghabiskan waktu dan tidak dapat menjawab semua
pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya, tidak sesuai dengan apa yang
dibutuhkannya, oleh karenanya dia memutuskan untuk tidak bersekolah, dia lebih
tertarik tenggelam dalam buku-buku bacaannya. Bersyukurlah si anak karena dia
memiliki orang tua yang bisa mengerti bahwa sekolah bukan satu-satunya jalan
untuk mencerdaskan anaknya. Menarik rasanya membaca tulisan Roem ini: "Tak
kurang dua belas tahun waktu diselesaikan untuk bersekolah. Masa yang relatif
panjang dan menjemukan, jika sekedar mengisinya dengan duduk, mencatat,
sesekali bermain dan yang penting mendengarkan guru ceramah di depan meja
kelas. Lewat sekolah orang bisa meraih jabatan sekaligus mendapat cemooh.
Ringkasnya sekolah mampu mencetak manusia menjadi pejabat tapi juga penjahat.
Masih pantaskah sekolah untuk mengakui peran tunggalnya dalam mencerdaskan
seseorang".
Ternyata banyak pilihan yang bisa dilakukan oleh
seorang siswa, terlepas apakah orang tua bisa mengerti ataupun tidak keinginan
putra-putrinya. Tidak bersekolah memang keputusan yang sangat berat, berbagai
macam keberatan akan muncul, bagaimana dengan diskusi, bagaimana dengan
penyamaan persepsi terhadap suatu permasalahan, jika tidak bersekolah,
bagaimana dapat menemukan lingkungan yang kondusif untuk belajar, atau yang
lebih umum, karena bangsa kita adalah bangsa yang gila gengsi dan gelar,
bagaimana dengan pekerjaan, jika tidak punya gelar. Puih inilah yang paling
menjijikan, sekolah hanya untuk mencari gelar??
Jika memang tetap sekolah yang akan dijadikan
satu-satunya alat untuk mencerdaskan seseorang, maka sistem pendidikan
Indonesia harus diubah, tidak boleh memaksakan siswa, kurikulum disesuaikan
dengan kompetensi dasar masing-masing siswa, bidang studi yang diajarkan tidak
terlalu banyak dan materi untuk tiap bidang studi disesuaikan dengan
perkembangan siswa. Ubo rampe yang lain seperti fasilitas pendidikan dan
kesejahteraan guru mestinya ikut ditingkatkan. Subsidi pendidikan diperbesar,
pungutan dan pemotongan dana dan lain-lain dihapuskan.
Bagi siswa yang berani mengambil keputusan untuk tidak
melanjutkan sekolahnya, yang menyadari bahwa UN bukan segala-galanya, yang
menyadari bahwa belajar bisa dimana saja sesuai dengan keinginan, minat dan
kebutuhannya, salut buat mereka, percayalah gelar bukan jaminan keberhasilan
seseorang. Banyak sarjana menganggur, belum menyadari apa keinginan dan minat
mereka, karena selama ini disadari atau tidak mereka telah dijadikan robot
sistem pendidikan Indonesia.
B. Sistem
Pendidikan di Amerika
Negara serikat atau federal yang dipilih Amerika
Serikat (AS) juga tercermin dari sistem pendidikannya yang menganut
desentralisasi melalui negara-negara bagian (states).
Penanggung jawab utama semua urusan pendidikan adalah
departemen pendidikan yang berkedudukan di Washington. Sedang urusan
sehari-hari diserahkan penuh pada tiap negara bagian.
Mirip dengan di Indonesia, selain pemerintah, swasta
dan organisasi keagamaan juga diperkenankan mendirikan sekolah-sekolah. Jenjang
sekolah yang mereka dirikan bervariasi dari tingkat dasar hingga perguruan
tinggi. Sekolah-sekolah swasta ini juga diperbolehkan menggunakan sistem
pendidikan yang berbeda dengan yang digunakan negara bagian bersangkutan.
Boarding school (sekolah asrama) adalah contoh jenis sekolah yang dibuka oleh swasta
atau organisasi keagamaan.
Khusus mengenai pendidikan tinggi, pendidikan tinggi
di AS dapat dibedakan menjadi College dan University. College umumnya –dengan
beberapa perkecualian- lebih berfokus menyelenggarakan pendidikan program
sarjana (undergraduate), sedangkan university menyelenggarakan baik sarjana
(undergraduate) dan pasca sarjana (graduate). Di university istilah college
menjadi mirip dengan fakultas. Sebagai contoh, di university akan kita temukan
College of Engineering (Fakultas Teknik) atau College of Economics (Fakultas
Ekonomi).
Meskipun demikian, college di university ini hanya
mengurusi program sarjana (undergraduate). Jadi jika ada calon mahasiswa asal
Indonesia ingin mendaftar program Master Teknik Pertambangan, dia mesti
berhubungan dengan Graduate College (Program Pasca Sarjana). Graduate college
ini kemudian akan meneruskan lamaran ke Department of Mining Engineering yang
selanjutnya akan dikembalikan lagi ke Graduate College untuk diputuskan apakah
calon mahasiswa itu diterima atau tidak. Jika akhirnya diterima,
mahasiswa tersebut akan terdaftar secara administratif di Graduate College dan
secara akademis di Department of Mining Engineering.
Untuk program pasca sarjana, tidak semua universitas
menawarkan program doktor. Beberapa diantaranya hanya menawarkan hingga jenjang
master, terutama jika program itu ditujukan untuk mendidik lulusannya sebagai
praktisi yang siap di dunia kerja. Program master ini juga ada 2 macam. Master
terminal dan master berkelanjutan.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, master terminal
adalah program untuk menyiapkan lulusannya sebagai praktisi. Setelah selesai
pendidikan, dia diharapkan langsung balik ke dunia kerja. Sedang lulusan master
berkelanjutan diperuntukkan bagi yang berkeinginan meneruskan pendidikannya ke
jenjang doktor.
C. Sistem
Pendidikan Indonesia VS Amerika
Dalam bidang pendidikan banyak pelajar dan mahasiswa
Indonesia berhasil lulus dan kemudian menjadi ahli ekonomi, politik, hukum,
teknik, IT. Mereka kemudian menjadi penentu kebijakan publik, menggerakkan
peraturan-peraturan dalam bidang ekonomi makro dan mikro, Menjadi profesor yang
ahli dalam strategi kebijakan ekonomi. Para ahli lulusan Amerika itu menjadi
elitis ditengah keterpurukan pendidikan yang melanda mayoritas penduduk negeri
ini.
Ternyata sudah menjadi kultur budaya yang sangat
mengakar dalam sejarah AS bahwa pendidikan menjadi tugas bagi keluarga dan
masyarakat. oleh karena itu masyarakat tidak mau kalau pendidikan diatur oleh
pemerintah pusat, bahkan oleh pemerintah negara bagian, bahkan oleh pemerintah
lokal sekalipun. Masyarakat merasa memiliki hak yang sangat kuat untuk
menentukan sistem pendidikan seperti apa yang paling tepat untuk masyarakat
mereka. Mereka menganggap tantangan yang dihadapi oleh setiap komunitas tidaklah
sama, jadi sistem pendidikan juga tidak boleh atau tidak perlu disamakan antara
satu kota dengan kota lain, antara satu state dengan state lain.
Amerika Serikat terdiri dari berbagai orang dari
negara-negara lain didunia. makanya AS sering disebut sebagai Negri Imigran.
Meskipun imigran tapi mereka diperlakukan sama. Demokrasi dan hak setiap
individu dijunjung tinggi. Keberhasilan letaknya pada individu masing2 bukan
pada sistemnya. Ketika di Newyork saya melihat banyak gelandangan berkeliaran
dikota yang sangat padat, lebih padat dari jakarta. Lebih padat dari pusat
pertokoan di kota Sukabumi. Dan orang miskin juga banyak, tetapi itu bukan
lantaran mereka tidak diperhatikan pemerintah, tetapi karena mereka sendiri
yang mau seperti itu, dan sebagiannya lagi karena sudah dirusak oleh obat-obat
bius. Ternyata etnik yang tergolong kaya di AS adalah etnik kulit putih asli AS
dan orang Asia, dan yang miskin kebanyakan orang kulit hitam, suku African
American dan orang Hispanik (Amerika Latin). Kalo dari sisi agama, yang kaya
adalah orang Yahudi dan Muslim. Ada sekitar 10% dari seluruh penduduk AS yang
paling kaya. penghasilan pemerintah pusat atau federal adalah dari pajak
penghasilan atau PPH (kalo tadi pemerintah lokal penghasilannya dari pajak
proverty atau PBB). Dari keseluruhan pendapatan banyak 70%nya berasal dari 10%
orang paling kaya di AS.
Tidak dipungkiri Pendidikan di Amerika jauh lebih baik
dari Indonesia. Dalam segala segi ada ketergantungan kuat negara ini terhadap
segala gertak amerika. Dari intervensi ekonomi, utang luar negeri, kebijakan
makro ekonomi sampai pergerakan mata uang asing. Dari segi keamanan regionalpun
Amerika masih banyak memberi tekanan khususnya Asia Tenggara.
Di Indonesia kita mengenal wajib belajar SD dan SMP.
Di Amerika kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga sudah lama
diberlakukan. wajib belajar di AS mulai dari SD sampai SMA. Tapi pemerintah
menggratiskan biaya sekolah sejak TK sampai SMA untuk sekolah-sekolah negri.
Untuk sekolah swasta, pemerintahan dipusat sampai lokal tidak memberikan
anggaran apapun, dan sebaliknya sekolah itupun tidak diwajibkan mengikuti
seluruh kebijakan pemerintah dibidang pendidikan.
Pada tahun 2001 pemerintah pusat melakukan Reformasi
di bidang pendidikan dengan meluncurkan kebijakan NCLB atau No Child Left
Behind atau Tak ada satupun anak yang tertinggal dibelakang. Kebijakan ini
terkait dengan mutu atau kualitas anak didik. Negara bagian Massachusetts yang
selalu terbaik dalam pendidikan telah lebih dulu mengawali kebijakan ini pada
tahun 1993. Kebijakan NCLB ini antara lain dilakukan dalam bentuk penciptaan
standar-standar mutu hasil didik dan pelaksanaan Ujian Nasional. Pemerintah
pusat memerintahkan pemerintah negara bagian untuk membuat standar pendidikan,
membuat kurikulum, membuat soal Ujian nasional dan menyelenggarakan Ujian
nasional. materi yang diujikan samapai saat ini baru Matematik dan Bahasa
Inggris, tapi tahun depan akan ditambah Sejarah AS dan IPA.
Intervensi pemerintah pusat dalam pendidikan dilakukan
karena melihat kualitas pendidikan anak-anak SMA sangat menurun. Angka Drop Out
(tidak meneruskan sekolah) sebesar rata-rata 50%, dari 50% yang ikut Ujian
nasional lulus 90%, dari yang lulus ini sebagian meneruskan kuliah dan sebagian
lagi bekerja. Sebelum masuk perguruan tinggi atau bekerja mereka juga di tes,
dan hanya 50% dari yang ikut tes lulus masuk perguruan tinggi atau bekerja.
akibatnya banyak pengangguran atau bekerja ditempat yang dibayar murah, dan
akibatnya angka kemiskinan makin meningkat, seterusnya pembayar pajak semakin
sedikit dan pendapan negara semakin berkurang.
Kita melihat masih terlalu banyak problema dan
ketidakpuasan diseputar persoalan pendidikan ini, tetapi sebagai bangsa yang
besar dan sudah tua mereka sangat berpengalaman dalam memberikan respon yang
cepat dan tepat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi.
Karakter ini sudah menjadi budaya bangsa Amerika yang perlu kita pelajari untuk
kita ambil manfaat
Sumber :
SETELAH
MEMBACA ARTIKEL DIATAS LIHATLAH ARTIKEL YANG INI
http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/18/sistem-pendidikan-indonesia-terburuk-di-dunia-apa-yang-salah-529735.html
PENDIDIKAN DI INDONESIA
SANGAT TERPURUK
Berdasarkan artikel yang diterbitkan 27 November
2012 pada website BBC, Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat
terendah di dunia menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh
firma pendidikan Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan
data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi
terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu
Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu
Hong Kong, Jepang dan Singapura.
Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan
telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada
serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem
pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat
universitas.
Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil,
studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak
sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya
adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks
adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan
besar. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara
yang berhasil adalah yang memberikan status tinggi pada guru dan memiliki
“budaya” pendidikan.
Lalu apa yang salah??
manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:
manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:
- Pendanaan. Anggaran untuk
pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut
masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya
Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu,
akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari
pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan
mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri
hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat
terlaksana.
Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.
Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.
- Permasalahan Metode dalam Sistem
Pendidikan Nasional. Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari
TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia,
dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya
bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal
29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, “”Saya ingatkan Mendiknas, coba
sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan
hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak
bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya”.
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.
- Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan
Pengejaran Nilai Raport. Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki
alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi
di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu
semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia
masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler.
Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi
dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal
non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih
terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di
Indonesia.
- Manajemen Pendidikan. Wewenang
untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih
dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani
mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di
sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia
seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar
pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa
akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.
Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.
Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.
Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting
point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia
adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan
dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik,
sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang
menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang
ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia
akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha
mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan
pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut
staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang
pantas.
Sumber :
- http://www.bbc.co.uk/indonesia/majal…on_ranks.shtml
- http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/J…Ind-Jerman.pdf
- Perbedaan Pendidikan Jerman dengan Indonesia « Irvan Tambunan | The Blog
- http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/~made/
- http://www.bbc.co.uk/indonesia/majal…on_ranks.shtml
- http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/J…Ind-Jerman.pdf
- Perbedaan Pendidikan Jerman dengan Indonesia « Irvan Tambunan | The Blog
- http://nakula.rvs.uni-bielefeld.de/~made/
KEMNUDIAN BACALAH INI,
http://isomfuadifikri.blogspot.com/2013/02/kelebihan-dan-kekurangan-pendidikan-di.html
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
PENDIDIKAN DI NEGARA ASIA TENGGARA, TIMUR-TENGAH, DAN BARAT
A. Pendahuluan
Setiap
bangsa tentu memiliki sistem pendidikan. Dengan sistem pendidikan itu, suatu
bangsa mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap, agama
dan ciri-ciri watak khusus yang dimilikinya dengan cara tertentu kepada
generasi penerusnya, agar mereka dapat mewariskannya dengan sebaik-baiknya.
Melalui sistem pendidikan itu, suatu bangsa dapat memelihara dan mempertahankan
nilai-nilai luhur, serta keunggulan-keunggulan mereka dari generasi ke
generasi.
Sejalan
dengan tumbuhnya perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu sosial pada akhir abad
19, tertuju perhatian pada pengakuan adanya hubungan yang dinamis antara
pendidikan dengan masyarakat atau negara tertentu. Pendidikan dipandang sebagai
cerminan dari suatu masyarakat atau bangsa, dan sebaliknya suatu masyarakat
atau bangsa dibentuk oleh sistem pendidikannya.
Pendidikan
komparatif membahas perbandingan secara ilmiah, dan mempunyai tujuan untuk
melihat persamaan dan perbedaan, kerja sama, pertukaran pelajar antar bangsa
dalam menciptakan perdamaian dunia. Pendapat tersebut sebagai usaha menanamkan
dan menumbuh-kembangkan rasa saling pengertian dan kerja sama antar bangsa,
demi terpeliharanya perdamaian dunia, melalui peroses pendidikan. Pendidikan
komparatif juga diperlukan, untuk melihat kemajuan, kualiatas pendidikan di
negara maju dibandingkan dengan dengan negara berkembang.
Studi
perbandingan pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengetahui berbagai
aspek yang berhubungan dengan sistem pendidikan Negara tertentu, terutama yang
berhubungan dengan kelebihan yang terjadi pada sistem pendidikan negara
tersebut.
B. Pembahasan
B.1. Kelebihan dan
Kekurangan Pendidikan
di Negara Asia Tenggara
B.1.A. Sistem Pendidikan di
Indonesia
Salah satu tugas Pemerintah bekerja
sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia adalah menyusun undang-undang
pendidikan, dan sebagai hasilnya adalah Undang-undang Sisdiknas no 20 tahun
2003. Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pendidikan
nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas,
pada bab VI pasa 16 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal di Indonesia
meliputi tiga jenjang, yaitu: pendidikan Dasar, pendidikan Menengah, dan pendidikan
Tinggi.
Manajemen Pendidikan di
Indonesia
Pengelolaan pendidikan di Indonesia
merupakan tanggung jawab pemerintah pusat melalui Menteri Pendidikan Nasional,
pemerintah Daerah Provinsi, dan pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ketentuan
yang menyangkut pendidikan diatur dalam UU RI No.20 TH 2003 (Sisdiknas ).
Sedangkan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan. Oleh karena itu pendidikan dapat diterima dan dihayati
sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-benar produktif. Pelaksanaan
desentralisasi pendidikan nasional di Indonesia memberikan keluasan kepada
pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat utuk turut bertanggung jawab atas
kualitas pendidikan di Indonesia.
AnggaranPendidikan
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang
sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk memenuhi hak warga
negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap
warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib
menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga
negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Untuk mengejar
ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran
pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai
dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus
menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Guru/personalia
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no
19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 28, bahwa
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibuktikan dengan ijazah/sertifikat
keahlian yang relevan, yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Jenis pendidikan guru yaitu Pendidikan
Profesi Guru (PPG) yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh Pemerintah, dengan kualifikasi akademik:
1) Pendidik pada jenjang Pendidikan Dasar minimum D-IV atau S1 pendidikan dasar.
2) Pendidik pada jenjang Pendidikan Menengah minimum D-IV atau S1 pendidikan menengah.
3) Pendidik pada jenjang Pendidikan Tinggi minimum: S1 untuk program Diploma, S2 untuk program sarjana, dan S3 untuk program magister dan program doktor.
1) Pendidik pada jenjang Pendidikan Dasar minimum D-IV atau S1 pendidikan dasar.
2) Pendidik pada jenjang Pendidikan Menengah minimum D-IV atau S1 pendidikan menengah.
3) Pendidik pada jenjang Pendidikan Tinggi minimum: S1 untuk program Diploma, S2 untuk program sarjana, dan S3 untuk program magister dan program doktor.
Kurikulum
Untuk meningkatkan kualitas
pendidikan, di Indonesia telah menerapkan enam kali perubahan kurikulum, yaitu
kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 2004, dan yang
sekarang berlaku yaitu KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang
dikeluarkan pemerintah melalui Permen Dinas Nomor 22 tentang standar isi,
Permen Nomor 23 tentang standar lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang
pelaksanaan permen tersebut, tahun 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari kurikulum Berbasis Kompetensi,
atau kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban
belajar dari pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu
intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP bahan
belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru
dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai
dengan potensi yang ada di lingkungannya.
B.1.B. Sistem Pendidikan di Korea Selatan
Secara umum sistem pendidikan di
korea Selatan terdiri dari empat jenjang pendidikan formal yaitu: Sekolah
dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, SLTA dan pendidikan tinggi. Keempat
jenjang pendidikan ini adalah: grade 1-6 (SD), grade 7-9 (SLTP), 10-12 (SLTA),
dan grade 13-16 (pendidikan tinggi/program S1), serta program pasca sarjana (S2/S3).
Manajemen Pendidikan di
Korea Selatan
Sistem manajemen pendidikan di
Negara ini bersifat gabungan antara sentralistik dan desentralisasi, sifat
kesentralistiknya hanya terbatas kepada penyusunan panduan dan pedoman semata,
sedangkan operasionalnya secara penuh di serahkan kepada komite/Dewan sekolah
secara mandiri untuk mengkaji proses pendidikan secara keseluruhan.
Kekuasaan dan kewenangan dilimpahkan
kepada menteri pendidikan. Di daerah terdapat dewan pendidikan (board of
education). Pada setiap propinsi dan daerah khusus (Seoul dan Busam),
masing-masing dewan pendidikan terdiri dari tujuh orang anggota yang dipilih
oleh daerah otonom, lima orang dipilih dan dua orang lainnya merupakan jabatan
yang dipegang oleh walikota daerah khusus atau gubernur propinsi. Dewan
pendidikan diketuai oleh walikota atau gubernur.
Anggaran
pendidikan
Anggaran pendidikan Korea Selatan
berasal dari anggaran Negara, dengan total anggaran 18,9% dari Anggaran Negara.
Pada tahun 1995 ada kebijakan wajib belajar 9 tahun, sehingga porsi anggaran
terbesar diperuntukan untuk ini, adapun sumber biaya pendidikan, bersumber
dari: GNP untuk pendidikan, pajak pendidikan, keuangan pendidikan daerah, dunia
industri khusus bagi pendidikan kejuruan.
Guru/Personalia.
Terdapat dua jenis pendidikan guru,
yaitu tingkat akademik (grade 13-14) untuk guru SD, dan pendidikan guru empat
tahun untuk guru sekolah menengah. Dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah
untuk pendidikan guru negeri. Kemudian guru mendapat sertifikat yaitu:
sertifikat guru pra sekolah, guru SD, dan guru sekolah menengah. Sertifikat ini
diberikan oleh kepala sekolah dengan kategori guru magang, guru biasa dua (yang
telah diselesaikan onjob training) dan lesensi bagi guru magang dikeluarkan
bagi mereka yang telah lulus ujian kualifikasi lulusan program empat tahun
dalam bidang engineering, perikanan, perdagangan, dan pertanian. Sedangkan
untuk menjadi dosen yunior college, harus berkualifikasi master (S2) dengan
pengalaman dua tahun dan untuk menjadi dosen di senior college harus
berkualifikasi dokter (S3).
Kurikulum
Reformasi kurikulum pendidikan di
korea, dilaksanakan sejak tahun 1970-an dengan mengkoordinasikan pembelajaran
teknik dalam kelas dan pemanfaatan teknologi, adapun yang dikerjakan oleh guru,
meliputi lima langkah yaitu (1) perencanaan pengajaran, (2) Diagnosis murid (3)
membimbing siswa belajar dengan berbagai program, (4) test dan menilai hasil
belajar. Di sekolah tingkat menengah tidak diadakan saringan masuk, hal ini
dikarenakan adanya kebijakan walikota daerah khusus atau gubernur propinsi, ke
sekolah menengah di daerahnya.
B.1.C. Sistem Pendidikan Di Malaysia
B.1.C. Sistem Pendidikan Di Malaysia
Sistem pendidikan di Malaysia
dipegang oleh Kementerian Pelajaran Malaysia. Pendidikan Malaysia boleh
didapatkan dari sekolah tanggungan kerajaan, sekolah swasta atau secara
sendiri. Sistem pendidikan dipusatkan terutamanya bagi sekolah rendah dan
sekolah menengah. Kerajaan negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain
pendidikan sekolah rendah dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh
kementerian. Pada era tahun 70an sampai 80an keadaan pendidikan di Indonesia
masih di atas Malaysia. Orang Malaysia datang belajar ke Indonesia. Bahkan
beberapa guru dari Indonesia diperbantukan mengajar di Malaysia. Sekarang
pendidikan di Malaysia termasuk yang paling baik di dunia, tetapi Indonesia
malah terkesan berjalan di tempat. Tambahan lagi sekarang biaya pendidikan
sudah mulai menjadi di luar jangkauan kebanyakan masyarakat di Indonesia. Sistem
pendidikan di Malaysia disusun berdasarkan pada Sistem Pendidikan Inggris
Jenjang pendidikan yang ada di malaysia terdiri dari:1. pendidikan prasekolah, 2. pendidikan rendah, 3. pendidikan
menengah, 4. pendidikan pra-universiti.
Manajemen Pendidikan di
Malaysia
Anggaran
Pendidikan
Orang tua murid dikenakan membayar
iuran sekolah yang dibayarkan pada awal tahun ajaran baru. Besarnya iuran yang
dipungut oleh pihak sekolah berkisar antara RM 50 hingga RM 75 pertahun (Rp.
125.000 – 187.500/tahun) tiap siswa. Iuran tersebut dirinci untuk pembayaran
asuransi, biaya ujian tengah semester & semesteran, iuran khas, biaya LKS,
praktek komputer, kartu ujian, file data siswa & rapor.
Khusus untuk sumbangan PIBG
(Persatuan Ibu Bapak dan Guru) hanya dipungut satu bayaran untuk satu keluarga.
Jadi untuk keluarga yang menyekolahkan 1 anak atau lebih, dikenakan bayaran
yang sama yaitu RM 25/keluarga. Dan untuk siswa kelas enam ditambah biaya UPSR
sebesar RM 70. Selain itu tak ada pungutan lain, termasuk pula tak ada pungutan
sumbangan dana pembangunan. Pembangunan dan renovasi gedung sepenuhnya menjadi
tanggungjawab kerajaan/pemerintah.
kurikulum
Dalam penyusunan kurikulum Malaysia, banyak mengandung materi pembelajaran
mengenai kesehatan lingkungan seperti polusi air, udara, makanan dll. Selain
itu terdapat juga materi mengenai kesehatan tubuh atau materi mengenai
penyakit-penyakit menular yang mungkin menjangkiti manusia, dengan segala cara
penyebarannya. Penyajian atau pemaparan materi lebih banyak di analogikan dengan
contoh nyata atau kejadian sejarah masa lalu (perang dunia I, perang perancis
dan india, sejarah kerajaan mesir atau kejadian penting di new mexico), juga di
analogikan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh siswa sehingga materi
pelajaran bersifat aplikatif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat persamaan implementasi kurikulum tersebut dengan kurikulum Indonesia
pada tahun 1947, 1964 dan 1968. Hal ini dikarenakan Malaysia pernah belajar
pada Indonesia dengan menggunakan kurikulum tersebut dan masih diterapkan
secara konsisten sampai saat ini.
Media yang digunakan dalam
menunjang pembelajaran banyak yang menggunakan fasilitas internet seperti game
online, situs-situs dan blog yang memuat modul/materi pembelajaran, siswa di
informasikan alamat-alamat situs tersebut dan tinggal membukanya saat belajar.
Selain itu digunakan juga fasilitas persentasi power point yang dapat
mengoptimalkan penyampaian materi terutama yang menuntut penayangan gambar.
B.2. Kelebihan dan
Kekurangan Pendidikan
di Negara Timur-Tengah
Pada
masa pra Islam, pendidikan itu hampir tak memiliki signifikansi. Kaum nomad
hanya mengenal satu sistem: transmisi lisan. Namun, sejak zaman Islam,
segalanya berubah. Islam menekankan pada pentingnya pendidikan dan pembelajaran
sejak awal. Bahkan, mungkin tidak ada agama yang lebih menekankan pada soal
ilmu, pendidikan dan pembelajaran daripada Islam. Cukuplah ayat pertama yang
turun kepada Nabi Muhammad dengan kalimatIqra’ (Bacalah!) sebagai bukti signifikansi
dan ketinggian nilai pencarian ilmu dalam Islam. Selain itu, Islam juga dikenal
dengan “agama ilmu pengetahuan”, “agama akal” dan “agama buku”.
Bidang
Ilmu
Secara
umum ada dua bidang ilmu yang terus berkembang dalam dunia Islam, terutama di Timur Tengah: al-‘ulūm al-naqliyah (ilmu-ilmu tradisional) dan al-‘ulūm al-‘Aqliyah (ilmu-ilmu rasional. Pembagian ini
adalah yang paling umum diakui oleh para sarjana Muslim sejak masa-masa awal.
Dengan demikian, pembagaian ini memiliki kevalidan sampai batas tertentu. Akan
tetapi, menurut Bazarghi, pembagian itu adakalanya justru berimbas pada
pemahaman yang keliru bahwa ilmu-ilmu tradisional itu tidak memiliki
landasan-landasan rasional.
Bidang-bidang
ilmu Islam adalah pengajaran Al-Qur’an, tatabahasa Arab, tafsīr, fiqh, ḥadīth, uṣūl
al-fiqh (prinsip-prinsip
penyimpulan hukum Islam), uṣūl al-ḥadīth (prinsip-prinsip periwayatan hadis),
sejarah Nabi dan para sahabat dan yang di antara yang terpenting adalah adab. Pada beberapa karya
sarjana Muslim, ilmu-ilmu seperti filsafat, logika, teologi (ilmu kalam), fisika,
metafisika, matematika, astronomi, geografi, kedokteran dan sastra Arab
juga terkadang dikategorikan sebagai bidang ilmu-ilmu Islam. Hal ini barangkali
karena interaksi positif di antara ilmu-ilmu Islam dan bidang-bidang ilmu yang
telah disebutkan.
Lembaga
Pendidikan
Kaum
Muslim pramodern terbukti berhasil meraih tingkat literasi dan keakraban dengan
teks yang lebih tinggi dibanding bangsa-bangsa Eropa di masa itu (Berkey,
2004). Catatan-catatan historis ihwal pendidikan Islam memberikan banyak
perspektif seputar watak dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan tapi sedikit
sekali yang menjelaskan tentang hubungan satu metode dengan metode lain di
masa-masa yang berbeda (Küng 2007). Namun demikian, Küng menyatakan bahwa
tumpang tindih itu bukan saja tak bisa dihindari, tapi justru memberikan
pencerahan bagi sistem pendidikan yang ada (Küng, 2007).
Dalam
kaitan dengan lembaga pendidikan, para sarjana Muslim mencatat beberapa istilah
yang terkenal. Untuk bidang pendidikan dasar al-Qur’an, instrukturnya biasa
dibagi menjadi dua huffâzh (para penghapal) dan kuttāb(para penulis). Kedua
kelompok ini biasanya kemudian mengajar di halaqah(lingkaran
belajar di masjid) dan madrasah (sekolah yang dikhususkan untuk
pengajaran Islam primer dan sekunder). Selain kedua lembaga di atas, lembaga dār al-kutub (perpustakaan) juga menjadi tempat
pendidikan yang populer.
Perkembangan
Lanjutan
Pada
masa-masa selanjutnya, banyak pemuda Eropa yang belajar di
universitas-unniversitas Islam di Spanyol seperti Cordoba, Sevilla, Malaca,
Granada dan Salamanca. Cordoba pada masa itu mempunyai perpustakaan yang berisi
400.000 buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Selama belajar di
universitas-universitas tersebut, sarjana-sarjana Eropa itu aktif menerjemahkan
buku-buku karya ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan kala itu ada di Toledo.
Setelah mereka pulang ke negeri masing-masing, mereka mendirikan sekolah dan
universitas yang sama. Universitas yang pertama kali didirikan di Eropa ialah
Universitas Paris pada tahun 1213 M. Pada penghujung zaman pertengahan barulah
berdiri 18 universitas di daratan Eropa. Di berbagai universitas itu diajarkan
ilmu-ilmu yang diperoleh dari universitas Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu
pasti dan filsafat.
Akibat
perkembangan ilmu pengetahuan Islam inilah kajian filsafat Yunani di Eropa
berkembang secara besar-besaran dan akhirnya memicu gerakan Renaissans pada
abad ke-14, reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan
aufklarung pada abad ke-18 M.
B.3. Kelebihan dan
Kekurangan Pendidikan
di Negara Barat
Dari 200 perguruan tinggi top di dunia yang
disurvei oleh majalah Times dan dipublikasikan pada November 2004, 62
universitas ada di AS. Inggris mendapat ranking ke 2, disusul
Jerman, Australia, Perancis dan seterusnya. AS juga menduduki
ranking pertama dilihat dari score maximum yang didapat oleh kampusnya.
Sedang dihitung dari angka score rata-rata, Swiss
menduduki peringkat tertinggi dengan angka 422. Terlihat ada suatu
simpangan yang cukup besar dari nilai rata-rata ke minimum dan maksimum di AS
atau Inggris. Sebaliknya di Jerman, Swiss atau Austria nilai
simpangan ini sangat kecil, yang berarti mutu pendidikan di negara-negara itu
relatif merata.
Scoring yang diberikan majalah Times ini meliputi
penilaian dari peer (panel pakar), jumlah fakultas yang "go
intenasional" dan jumlah mahasiswa dari luar negeri (yang diasumsikan
menggambarkan reputasi perguruan tinggi tersebut sehingga diminati mahasiswa
asing), rasio ideal dari jumlah mahasiswa per fakultas, dan jumlah karya tulis
mereka yang dikutip di dunia ilmiah.
Daftar itu bisa menjadi cermin bahwa pada abad
ke-21 ini, pendidikan yang bermutu lebih banyak dijumpai di
Barat. Dari dunia Islam, satu-satunya negara yang masuk dalam daftar
itu hanya Malaysia, yang diwakili Malaya University dan Sains Malaya
University.
Secara
umum memang di Indonesia sendiri, alumni perguruan tinggi dari Luar Negeri
memiliki "daya jual" yang lebih baik dari lulusan dalam negeri. Stereotype yang sering muncul adalah:
lulusan LN memiliki wawasan lebih luas, memilki attitude (seperti kedisiplinan
dan etos kerja) yang lebih baik, dan lebih cakap berkomunikasi dalam salah satu
bahasa Internasional. Walhasil
banyak anak-anak dari keluarga kaya yang cenderung pergi sekolah ke Luar Negeri,
atau ke sekolah asing di Indonesia.
Antara
akses dan mutu
Sebenarnya bila melihat data di atas, tampak bahwa mutu
pendidikan sangat tergantung dari besarnya dana (anggaran). Masalahnya, dana tersebut ada yang
disediakan pemerintah, ada yang swadaya. Pada negara-negara dengan
simpangan score yang besar (AS atau Inggris), pendidikan tinggi praktis
dikelola secara swadaya. Walhasil
ada PT yang sangat bonafid (dengan score 1000) seperti Harvard University, yang
SPP-nya juga sekitar US$ 100.000 per semester, namun ada juga yang relatif
rendah (score 103 – walaupun masih masuk Top200) yaitu Virginia Polytechnic
Institute yang disubsidi oleh pemerintah negara bagian. Sedang di negara-negara dengan
simpangan score yang kecil (seperti Jerman atau Austria), pendidikan tinggi
hampir seluruhnya didanai oleh negara.
Secara
umum, sistem pembiayaan pendidikan di Barat dapat dibagi dalam empat jenis.
Jenis pertama
adalah subsidi penuh, sehingga pendidikan benar-benar gratis. Sebagai contoh, di Jerman dan Austria,
pendidikan adalah gratis sejak masuk Sekolah Dasar hingga lulus Doktor
(S3). Walhasil tidak ada
yang tersisih karena persoalan biaya. Sekolah
akan mendapatkan bibit yang terbaik dan siswa yang memang tidak berbakat atau
kecerdasannya kurang memadai akan terseleksi secara alami.
Jenis kedua
adalah mirip jenis pertama, hanya saja untuk pendidikan tinggi, masa gratis
dibatasi misalnya hanya hingga usia tertentu atau lama studi tertentu. Setelah itu mahasiswa dipungut biaya
yang akan makin besar bila lulusnya tertunda. Negeri yang menerapkan ini misalnya
Belanda.
Jenis ketiga adalah
pembiayaan pendidikan gratis hanya sampai lulus SMA, sedang di perguruan tinggi
dipungut biaya SPP – walaupun juga masih bersubsidi.
Jenis keempat
adalah pendidikan membiayai sendiri. Caranya
macam-macam, ada yang dengan melibatkan komunitas atau alumni, kerjasama dengan
industri atau perbankan (kredit pendidikan) dan atau menjadikan pendidikan
sebagai benda komersil. Contoh
ini banyak di Amerika, sekalipun di Amerika banyak juga model pembiayaan jenis
ketiga.
Pendidikan jenis terakhir inilah yang cenderung “dijual“ secara internasional. Kita sering melihat iklan dari
perguruan tinggi Australia, Singapura atau bahkan Amerika Serikat. Namun kita akan jarang melihat iklan
sejenis dari Jerman atau Austria. Andaikata
ada, maka ia dipakai untuk: (1) merekrut calon ilmuwan unggul dari negara dunia
ke-3; (2) merekrut calon agen yang akan mempromosikan dan menyalurkan produk
mereka di negara dunia ke-3; (3) mendapatkan tenaga yang lebih murah minimal
selama pendidikan (karena membayar kandidat PhD jelas lebih murah daripada
membayar pekerja resmi – meski kualifikasi dan yang dikerjakannya sama; (4)
mendapatkan anggaran tambahan dari pemerintahnya.
Baru menggarap IQ dan EQ
Di Barat pada umumnya siswa
atau mahasiswa tidak dibebani dengan jumlah materi ajar yang terlalu besar
sebagaimana di Indonesia, namun mereka dibekali dengan pisau asah sehingga
mampu mencari dan mengembangkan sendiri ilmu. Sedari kecil anak
dibimbing untuk mampu berpikir logis, kritis dan kreatif.
Kecerdasan emosi juga
dikembangkan sehingga anak-anak yang tumbuh di sana relatif lebih percaya diri,
lancar berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, dan peka terhadap
lingkungan. Kalau masyarakat di Barat relatif lebih mampu menjaga
kebersihan, rajin bekerja, dan displin saat berlalu-lintas, itu adalah buah
dari pendidikan EQ yang cukup berhasil.
Dari aspek ruhiyah (kecerdasan
spiritual, SQ), perlakuan institusi pendidikan tidak sama. Di negara
dengan tingkat sekulerisme yang sangat tinggi seperti Perancis, tidak ada
pendidikan agama pada sekolah umum. Pendidikan agama hanya dimungkinkan
pada sekolah swasta berlatarbelakang agama. Sedang di negara dengan
kultur agama yang masih kuat (seperti Katholik di Austria), pendidikan agama
diberikan secara umum di sekolah-sekolah sampai SMU. Untuk siswa
yang beragama lain diberikan juga pendidikan agama dengan guru seagama, yang
semuanya dibayar oleh pemerintah (termasuk guru agama Islam – yang dikoordinir
oleh Austrian Islamic Society).
Namun pendidikan agama ini
hampir tidak ada pengaruhnya. Pada .penelitian James H. Leuba
(psikolog terpandang Amerika) Th.1914: 58% dari 1000 ilmuwan Amerika yang dipilih
acak tidak percaya adanya Tuhan. Tahun 1934 jumlahnya naik menjadi
67%.
Marketer Sekulerisme
Tampak di sini bahwa budaya
sekuler-liberal tetap lebih berkesan dibanding pendidikan agama di sekolah yang
cuma beberapa jam seminggu. Persoalan seperti pergaulan bebas,
narkoba dan kriminalitas di sekolah ada di mana-mana. Di sisi lain,
pandangan terhadap Islam, umat dan sejarahnya yang bias hampir ditemui di semua
semua pelajaran (penelitian Susanne Heine: Islam Zwischen Selbstbild und Klische, Wien, 1995).
Cara pandang dan perilaku
sekuler – yang tidak harus melalui indoktrinasi atau pelajaran sekolah – adalah
sarana mempertahankan sistem yang ada di Barat (yakni untuk siswa mereka
sendiri), dan juga mengekspornya ke seluruh dunia melalui orang-orang asing
yang bersekolah di Barat. Mahasiswa asing ini nantinya diharapkan
menjadi "marketer" tentang keramahan bangsa Barat, kehandalan produk
Barat, dan kemajuan cara pandang Barat.
Pada kasus beasiswa untuk
ilmu-ilmu humaniora, pandangan sekuler ini akan tertanam dalam prinsip-prinsip
ilmiah yang dikaji. Penerima beasiswa dari negara-negara berkembang
selama bertahun-tahun, bahkan setelah lulus, diharapkan menghasilkan
paper-paper tentang berbagai hal yang dilihat dari sudut pandang kapitalis.
Sedang pada beasiswa untuk
ilmu-ilmu sains dan teknologi, secara khusus memang tidak ada pengkondisian
sekulerisme di kampus. Namun realitas kehidupan Barat itu sendiri
adalah cara "dakwah" terbaik tentang sekulerisme – sehingga tak
sedikit mahasiswa muslim yang berkesimpulan bahwa sistem di Barat serba lebih
"islami" daripada di negeri Islam sendiri.
Dengan orang-orang ini, maka
imperialisme dapat dilanjutkan. Keunggulan sains dan teknologi akan
dijadikan alat imperialisme, misalnya melalui hutang LN atau ketergantungan
produk LN – dan ini sering melalui anak-anak kandung umat Islam sendiri.
C. Penutup
Negara Malaysia cenderung lebih maju di bidang
pendidikan karena kurikulum yang dipakai baku dan tidak sering ada pergantian
kurikulum. Berbeda dengan negara Indonesia yang sering terjadi pergantian
kebijakan serta kurikulum sehingga pelaksana teknis di Indonesia lambat untuk
berkembang. Alasan lain yang berpengaruh dalam kemajuan
pendidikan di kedua negara adalah bekas dari negara yang berbeda. Hal ini
sedikitnya mempengaruhi sistem pendidikan di kedua negara.
Pendidikan di Barat secara umum memang saat ini
lebih maju dibanding di negeri-negeri Islam – yang memang belum menerapkan
sistem Islam. Dalam pembiayaannya, ditemukan bahwa ketika negara
mendanai penuh pendidikan, terjadi pemerataan akses – dan juga
mutu. Namun kurangnya sentuhan ruhiyah – terlebih Islam - membuat
lulusannya cenderung atheis dan terdehumanisasi. Mereka akan menjadi
alat sekulerisme dan imperialisme.
Sumber Rujukan
http://dwyaza.weebly.com/perbandingan-kurikulum.html. Di akses
pada tanggal 05 Nopember 2012
http://famhar.multiply.com/journal/item/78?&show_interstitial=1&u=/journal/item. Di akses
pada tanggal 05 Nopember 2012
http://musakazhim.wordpress.com/2011/04/14/sekilas-tntg-sistem-pendidikan-di-timur-tengah/. Di akses
pada tanggal 05 Nopember 2012
BEGITU MIRIS BUKAN,
JADI KALAU INDONESIA TETAP SEPERTI INI HANYA PADA PENDIDIKANNYA APA BISA
KITA MENJADI SEBUAH NEGARA BESAR YANG BISA MENJADI CONTOH DUNIA,
A.
KESIMPULAN
Keberadaan Perguruan Tinggi Agama Islam menjadi pelopor
dalampengembangan ilmu-ilmu keislaman di Indonesia dan dunia Islam melalui pengitegrasian berbagai bidang kelimuan yang ada sehingga
memberikan ruang yang lebih luas bagi alumni yang dihasilkan. Untuk mewujudkan hal di atas, diperlukan dukungan dalam bentuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kualitas ketenagaan sehingga
proses ke arah
peningkatan mutu dapat berjalan dengan baik.
Berdirinya Universitiy Islam
Solo (22 Januari 1950) dan penyerahan Fakultas Agama Universitas Islam Yogyakarta kepada pemeritah
menjadi embirio
lahirnya IAIN, yang selanjutnya beberapa diantaranya mengalami transformasi menjadi Universitas Islam Negeri
(UIN). Pada tanggal 20 Februari
1951terjadi penggabungan antara Universitiy Islam Solo dan University Islam Indonesia menjadi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Tahun 1997 melalui Keputusan Presiden No. 11 Tahun
1997,
UIN, IAIN, dan STAIN sebagai
lembaga pendidikan tinggi Islam, mempunyai
kontribusi terhadap pengembangan pendidikan di Indonesia sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pengembangan studi keislaman yang dikembangkan di perguruan tinggi Islam juga telah banyak memberikan kontribusi dalam mecerdaskan bangsa Indonesia.
Menurut Ibnu Miskawaih, pendidikan yang
sistematis dapat dilaksanakan apabila didasari dengan pengetahuan mengenai jiwa
yang benar. Oleh karena itu pengetahuan tentang jiwa adalah sangat penting
sekali dalam proses pendidikan. Kajian mengenai konsep pendidikan yang
dikemukakan oleh Ibnu Miskawaih, diharapkan mampu menguak konsep pendidikan
Islam dalam skala khusus, terutama pendidikan akhlak yang dirasa penting,
karena setiap budaya memiliki norma etika atau tata susila yang harus dipatuhi.
Oleh karena itu, moral merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, yang
hanya terdapat pada diri manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Direktotat Perguruan
Tinggi Islam Departeme Agama RI, PERTA Jurnal
Komunikasi
Perguruan Tinggi Islam, Vol.IV
No.02/2001
Haidar Putra Daulay, Sejarah
Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2009
Marwan Saridjo, Pendidikan
Islam dari Masa Ke Masa: Tinjauan Kebijakan Ngali Aksara dan Penamadani, 2010
[1]Direktorat Perguruan Tinggi Islam, Sejarah Singkat IAIN dalam http://www.ditpertais.net/ttgiain.asp/2003/,
tanggal 20 Desember 2011.
[2] Rusminah, (dkk). Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN, IAIN, dan
STAIN). Dalam Insan Cendekia, 2010), h.1
[3] Baca DR.
Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan
Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h. 16.
[4] Lihat, Prof.
H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud S.H. Lembaga-lembaga Islam di
Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 137.
[6] Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka 1995), edisi ke-2, Cet, ke-4, h. 1077
[8] Abd al-
Ghani ‘Abud, Dirasat Muqaranat li Tarikh al – Tarbiyah, ( Kairo :
Dar al- Fikr al – Arabi, 1987 ), h. 203
Komentar
Posting Komentar