Langsung ke konten utama

INDONESIAKU MALANG

 
 INDONESIA OOH PENDIDIKAN INDONESIA




A.  Sistem Pendidikan Di Indonesia
Berbicara soal pendidikan, didalamnya tidak terlepas dari peran dan tanggung jawab pemerintah terhadap peningkatan kualitas SDM di indonesia. Termasuk juga peranan masyarakat sebagai pelaku utama pendidikan. Kesadaran masyarakat bahwa pendidikan bukan sekedar formalitas belaka namun mengerti dan memahami dengan benar bagaimana berinvestasi pada pendidikan. Peranan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan pendidikan tidak akan maksimal tanpa partisipasi masyarakat didalamnya, mengingat adanya pemikiran yang berkembang di kalangan masyarakat untuk investasi didunia kerja (bekerja atau lainnya) daripada investasi pendidikan. Mungkin masih dapat diterima jika mengacu pada masyarakat yang kurang mampu.
Education In Indonesia, Sistem Pendidikan Di Indonesia. Seperti apakah pendapat Anda tentang Education In Indonesia? Mari kita ketahui bagimana sistem education in Indonesia atau pendidikan di indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah tanggung jawab dari  Departemen Pendidikan Nasional Indonesia , sebelumnya adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Sistem pendidikan di Indonesia yang di programkan oleh pemerintah adalah semua warga negara harus melakukan setidaknya sembilan tahun pendidikan wajib, di mulai enam tahun pada tingkat SD dan selanjutnya tiga tahun di bangku SMP.
Pendidikan sendiri telah didefinisikan sebagai sebuah upaya yang direncanakan untuk mendirikan suatu lingkungan belajar dan proses kegiatan pendidikan sehingga siswa secara aktif dapat mengembangkan / potensi nya yang ada pada dirinya sendiri untuk mendapatkan tingkat religius dan spiritual, kesadaran, kepribadian, kecerdasan, perilaku dan kreativitas untuk dirinya sendiri, lainnya warga negara dan untuk bangsa. Konstitusi juga telah  mencatat kalau pendidikan di Indonesiasecara garis besar telah dibagi menjadi dua bagian yaitu pendidikan formal dan non-formal. SElanjutnya pendidikan formal juga masih dibagi lagi menjadi tiga level yaitu, tingkat primer, sekunder dan pendidikan tinggi.
Sekolah sekolah yang ada di Indonesia dijalankan baik oleh pemerintah (Negeri) atau pribadi (Swasta). Beberapa sekolah dari swasta menyebut diri mereka sebagai "sekolah nasional plus" yang berarti bahwa mereka melampaui ketentuan minimum pemerintah, terutama dalam kaitannya dengan penggunaan kurikulum bahasa Inggris atau internasional di samping kurikulum nasional.
Banyak sudah kita dengarkan saran dan kritik untuk mengatasi persoalan pada sistem pendidikan kita. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, topik-topik tersebut mengalami ketidakpastian dalam pengaplikasiannya. Tampaknya kita berputar-putar dalam lingkaran dan maju secara perlahan jika kata “kemandekan” atau “kegagalan” terlalu vulgar untuk diutarakan. Pemerintah dan organisasi pendidikan di indonesia terlalu sibuk dengan sistem informasi manageman, analisis finansial, angka kelulusan dan data-data kuantitatif lainnya sehingga terpisah jauh dari jantung pendidikan itu sendiri. Dalam beberapa tahun terakhir ini. Devaluasi standart kualitas pendidikan tidak hanya melanda organisasi pendidikan saja, tetapi telah merusak sistem pendidikan kita.
Bukti nyata dari gejala-gejala ketidakefektifan pendidikan di indonesia adalah banyaknya penggangguran di indonesia termasuk “produk-produk gagal” bertitle S1 meskipun hal ini tidak terlepas dari dampak krisis ekonomi dunia tapi setidaknya indikasi bahwa produk pendidikan kita belum siap berhadapan dengan kerasnya globalisasi dan persaingan didunia luar. Data statistik yang banyak dilansir media-media yang beredar memang menyebutkan bahwa tingkat penggangguran di indonesia telah mengalami penurunan, dilihat dari tingkat pertumbuhan ekonomi indonesia yang semakin membaik. Tapi realita di lapangan masih menyisakan keprihatinan tersendiri. Bagaimana tidak, masih banyak pekerjaan yang tidak layak disebut pekerjaan seperti pemecah batu, penambang pasir hingga pekerja seks yang mengkomersilkan diri (mungkin hal semacam ini dimasukan oleh organisasi-organisasi yang melakukan survey sehingga data statistik pertumbuhan ekonomi kita mengalami peningkatan) meskipun variabel-variabel tersebut tidak dapat dipakai sebagai patokan utama penilaian keberhasilan atau kegagalan pendidikan di indonesia. Setidaknya saya selalu berpendapat bahwa kemiskinan itu identik dengan kebodohan. Dan jika masyarakat kita masih banyak yang hidup dalam kemiskinan, saya dengan mudah menyimpulkan bahwa pendidikan kita mengalami kegagalan. Yang jelas kualitas pendidikan kita akan selalu menjadi tanda tanya besar di masa yang akan datang.
Sistem pendidikan saat ini seperti lingkaran setan, jika ada yang mengatakan bahwa tidak perlu UN karena yang mengetahui karakteristik siswa di sekolah adalah guru, pernyataan tersebut betul sekali, namun pada kenyataannya di lapangan, sering kali saya lihat nilai raport yang dimanipulasi, jarang bahkan mungkin tidak ada guru yang tidak memanipulasi nilainya dengan berbagai macam alasan, kasihan siswanya, supaya terlihat guru tersebut berhasil dalam mengajar, karena tidak boleh ada nilai 4 atau 5 di raport dan lain sebagainya. Mengapa guru bersikap demikian, mengapa nilai siswa-siswa banyak yang belum tuntas, salahkah guru?? Jawabannya bisa ya bisa tidak, bisa ya karena mungkin guru tersebut tidak memiliki kompetensi mengajar yang memadai, bisa tidak, karena sistem pendidikan Indonesia mengharuskan siswa mempelajari bidang studi yang terlalu banyak. Rata-rata bidang studi yang harus mereka pelajari selama satu tahun pelajaran adalah 16 bidang studi, dengan materi untuk tiap bidang studi juga banyak, abstrak dan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa.
Sistem pendidikan kita terlalu memaksa anak untuk dapat menguasai sekian banyak bidang studi dengan materi yang sedemikian abstrak, yang selanjutnya membuat anak merasa tertekan/stress yang dampaknya membuat mereka suka bolos, bosan sekolah, tawuran, mencontek, dan lain-lain. Yang pada akhirnya mereka tidak dapat mengerjakan ujian dengan baik, nilai mereka kurang padahal sudah dilakukan remidi, dan supaya dianggap bisa mengajar atau karena tidak boleh ada nilai kurang atau karena kasihan beban pelajaran siswa terlalu banyak, kemudian guru melakukan manipulasi nilai raport. Nilai raport inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk memperoleh beasiswa atau melanjutkan kuliah atau ikut PMDK dan lain sebagainya. Tahukah siswa akan kenyataan pahit ini? Lalu apakah UN solusi untuk melihat kemampuan siswa? Bukan, karena UN tidak adil, bahwa kemampuan siswa tidak dapat distandardisasi.
Beberapa tahun terakhir ini, beberapa teman mulai menerapkan home schooling pada anak-anak mereka, seorang teman melakukannya karena permintaan putranya yang berusia 14 tahun, karena si anak merasa sekolah membosankan, menghabiskan waktu dan tidak dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya, tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkannya, oleh karenanya dia memutuskan untuk tidak bersekolah, dia lebih tertarik tenggelam dalam buku-buku bacaannya. Bersyukurlah si anak karena dia memiliki orang tua yang bisa mengerti bahwa sekolah bukan satu-satunya jalan untuk mencerdaskan anaknya. Menarik rasanya membaca tulisan Roem ini: "Tak kurang dua belas tahun waktu diselesaikan untuk bersekolah. Masa yang relatif panjang dan menjemukan, jika sekedar mengisinya dengan duduk, mencatat, sesekali bermain dan yang penting mendengarkan guru ceramah di depan meja kelas. Lewat sekolah orang bisa meraih jabatan sekaligus mendapat cemooh. Ringkasnya sekolah mampu mencetak manusia menjadi pejabat tapi juga penjahat. Masih pantaskah sekolah untuk mengakui peran tunggalnya dalam mencerdaskan seseorang".
Ternyata banyak pilihan yang bisa dilakukan oleh seorang siswa, terlepas apakah orang tua bisa mengerti ataupun tidak keinginan putra-putrinya. Tidak bersekolah memang keputusan yang sangat berat, berbagai macam keberatan akan muncul, bagaimana dengan diskusi, bagaimana dengan penyamaan persepsi terhadap suatu permasalahan, jika tidak bersekolah, bagaimana dapat menemukan lingkungan yang kondusif untuk belajar, atau yang lebih umum, karena bangsa kita adalah bangsa yang gila gengsi dan gelar, bagaimana dengan pekerjaan, jika tidak punya gelar. Puih inilah yang paling menjijikan, sekolah hanya untuk mencari gelar??
Jika memang tetap sekolah yang akan dijadikan satu-satunya alat untuk mencerdaskan seseorang, maka sistem pendidikan Indonesia harus diubah, tidak boleh memaksakan siswa, kurikulum disesuaikan dengan kompetensi dasar masing-masing siswa, bidang studi yang diajarkan tidak terlalu banyak dan materi untuk tiap bidang studi disesuaikan dengan perkembangan siswa. Ubo rampe yang lain seperti fasilitas pendidikan dan kesejahteraan guru mestinya ikut ditingkatkan. Subsidi pendidikan diperbesar, pungutan dan pemotongan dana dan lain-lain dihapuskan.
Bagi siswa yang berani mengambil keputusan untuk tidak melanjutkan sekolahnya, yang menyadari bahwa UN bukan segala-galanya, yang menyadari bahwa belajar bisa dimana saja sesuai dengan keinginan, minat dan kebutuhannya, salut buat mereka, percayalah gelar bukan jaminan keberhasilan seseorang. Banyak sarjana menganggur, belum menyadari apa keinginan dan minat mereka, karena selama ini disadari atau tidak mereka telah dijadikan robot sistem pendidikan Indonesia.
B. Sistem Pendidikan di Amerika
Negara serikat atau federal yang dipilih Amerika Serikat  (AS) juga tercermin dari sistem pendidikannya yang menganut desentralisasi melalui negara-negara bagian (states).
Penanggung jawab utama semua urusan pendidikan adalah departemen pendidikan yang berkedudukan di Washington. Sedang urusan sehari-hari diserahkan penuh pada tiap negara bagian.
Mirip dengan di Indonesia, selain pemerintah, swasta dan organisasi keagamaan juga diperkenankan mendirikan sekolah-sekolah. Jenjang sekolah yang mereka dirikan bervariasi dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Sekolah-sekolah swasta ini juga diperbolehkan menggunakan sistem pendidikan yang berbeda dengan yang digunakan negara bagian bersangkutan. Boarding school (sekolah asrama) adalah contoh jenis sekolah yang dibuka oleh swasta atau organisasi keagamaan.
Khusus mengenai pendidikan tinggi, pendidikan tinggi di AS dapat dibedakan menjadi College dan University. College umumnya –dengan beberapa perkecualian- lebih berfokus menyelenggarakan pendidikan program sarjana (undergraduate), sedangkan university menyelenggarakan baik sarjana (undergraduate) dan pasca sarjana (graduate). Di university istilah college menjadi mirip dengan fakultas. Sebagai contoh, di university akan kita temukan College of Engineering (Fakultas Teknik) atau College of Economics (Fakultas Ekonomi).
Meskipun demikian, college di university ini hanya mengurusi program sarjana (undergraduate). Jadi jika ada calon mahasiswa asal Indonesia ingin mendaftar program Master Teknik Pertambangan, dia mesti berhubungan dengan Graduate College (Program Pasca Sarjana). Graduate college ini kemudian akan meneruskan lamaran ke Department of Mining Engineering yang selanjutnya akan dikembalikan lagi ke Graduate College untuk diputuskan apakah calon mahasiswa itu diterima atau tidak.  Jika akhirnya diterima, mahasiswa tersebut akan terdaftar secara administratif di Graduate College dan secara akademis di Department of Mining Engineering.
Untuk program pasca sarjana, tidak semua universitas menawarkan program doktor. Beberapa diantaranya hanya menawarkan hingga jenjang master, terutama jika program itu ditujukan untuk mendidik lulusannya sebagai praktisi yang siap di dunia kerja. Program master ini juga ada 2 macam. Master terminal dan master berkelanjutan.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, master terminal adalah program untuk menyiapkan lulusannya sebagai praktisi. Setelah selesai pendidikan, dia diharapkan langsung balik ke dunia kerja. Sedang lulusan master berkelanjutan diperuntukkan bagi yang berkeinginan meneruskan pendidikannya ke jenjang doktor.
C. Sistem Pendidikan Indonesia VS Amerika
Dalam bidang pendidikan banyak pelajar dan mahasiswa Indonesia berhasil lulus dan kemudian menjadi ahli ekonomi, politik, hukum, teknik, IT. Mereka kemudian menjadi penentu kebijakan publik, menggerakkan peraturan-peraturan dalam bidang ekonomi makro dan mikro, Menjadi profesor yang ahli dalam strategi kebijakan ekonomi. Para ahli lulusan Amerika itu menjadi elitis ditengah keterpurukan pendidikan yang melanda mayoritas penduduk negeri ini.
Ternyata sudah menjadi kultur budaya yang sangat mengakar dalam sejarah AS bahwa pendidikan menjadi tugas bagi keluarga dan masyarakat. oleh karena itu masyarakat tidak mau kalau pendidikan diatur oleh pemerintah pusat, bahkan oleh pemerintah negara bagian, bahkan oleh pemerintah lokal sekalipun. Masyarakat merasa memiliki hak yang sangat kuat untuk menentukan sistem pendidikan seperti apa yang paling tepat untuk masyarakat mereka. Mereka menganggap tantangan yang dihadapi oleh setiap komunitas tidaklah sama, jadi sistem pendidikan juga tidak boleh atau tidak perlu disamakan antara satu kota dengan kota lain, antara satu state dengan state lain.
Amerika Serikat terdiri dari berbagai orang dari negara-negara lain didunia. makanya AS sering disebut sebagai Negri Imigran. Meskipun imigran tapi mereka diperlakukan sama. Demokrasi dan hak setiap individu dijunjung tinggi. Keberhasilan letaknya pada individu masing2 bukan pada sistemnya. Ketika di Newyork saya melihat banyak gelandangan berkeliaran dikota yang sangat padat, lebih padat dari jakarta. Lebih padat dari pusat pertokoan di kota Sukabumi. Dan orang miskin juga banyak, tetapi itu bukan lantaran mereka tidak diperhatikan pemerintah, tetapi karena mereka sendiri yang mau seperti itu, dan sebagiannya lagi karena sudah dirusak oleh obat-obat bius. Ternyata etnik yang tergolong kaya di AS adalah etnik kulit putih asli AS dan orang Asia, dan yang miskin kebanyakan orang kulit hitam, suku African American dan orang Hispanik (Amerika Latin). Kalo dari sisi agama, yang kaya adalah orang Yahudi dan Muslim. Ada sekitar 10% dari seluruh penduduk AS yang paling kaya. penghasilan pemerintah pusat atau federal adalah dari pajak penghasilan atau PPH (kalo tadi pemerintah lokal penghasilannya dari pajak proverty atau PBB). Dari keseluruhan pendapatan banyak 70%nya berasal dari 10% orang paling kaya di AS.
Tidak dipungkiri Pendidikan di Amerika jauh lebih baik dari Indonesia. Dalam segala segi ada ketergantungan kuat negara ini terhadap segala gertak amerika. Dari intervensi ekonomi, utang luar negeri, kebijakan makro ekonomi sampai pergerakan mata uang asing. Dari segi keamanan regionalpun Amerika masih banyak memberi tekanan khususnya Asia Tenggara.
Di Indonesia kita mengenal wajib belajar SD dan SMP. Di Amerika kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga sudah lama diberlakukan. wajib belajar di AS mulai dari SD sampai SMA. Tapi pemerintah menggratiskan biaya sekolah sejak TK sampai SMA untuk sekolah-sekolah negri. Untuk sekolah swasta, pemerintahan dipusat sampai lokal tidak memberikan anggaran apapun, dan sebaliknya sekolah itupun tidak diwajibkan mengikuti seluruh kebijakan pemerintah dibidang pendidikan.
Pada tahun 2001 pemerintah pusat melakukan Reformasi di bidang pendidikan dengan meluncurkan kebijakan NCLB atau No Child Left Behind atau Tak ada satupun anak yang tertinggal dibelakang. Kebijakan ini terkait dengan mutu atau kualitas anak didik. Negara bagian Massachusetts yang selalu terbaik dalam pendidikan telah lebih dulu mengawali kebijakan ini pada tahun 1993. Kebijakan NCLB ini antara lain dilakukan dalam bentuk penciptaan standar-standar mutu hasil didik dan pelaksanaan Ujian Nasional. Pemerintah pusat memerintahkan pemerintah negara bagian untuk membuat standar pendidikan, membuat kurikulum, membuat soal Ujian nasional dan menyelenggarakan Ujian nasional. materi yang diujikan samapai saat ini baru Matematik dan Bahasa Inggris, tapi tahun depan akan ditambah Sejarah AS dan IPA.
Intervensi pemerintah pusat dalam pendidikan dilakukan karena melihat kualitas pendidikan anak-anak SMA sangat menurun. Angka Drop Out (tidak meneruskan sekolah) sebesar rata-rata 50%, dari 50% yang ikut Ujian nasional lulus 90%, dari yang lulus ini sebagian meneruskan kuliah dan sebagian lagi bekerja. Sebelum masuk perguruan tinggi atau bekerja mereka juga di tes, dan hanya 50% dari yang ikut tes lulus masuk perguruan tinggi atau bekerja. akibatnya banyak pengangguran atau bekerja ditempat yang dibayar murah, dan akibatnya angka kemiskinan makin meningkat, seterusnya pembayar pajak semakin sedikit dan pendapan negara semakin berkurang.
Kita melihat masih terlalu banyak problema dan ketidakpuasan diseputar persoalan pendidikan ini, tetapi sebagai bangsa yang besar dan sudah tua mereka sangat berpengalaman dalam memberikan respon yang cepat dan tepat dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi. Karakter ini sudah menjadi budaya bangsa Amerika yang perlu kita pelajari untuk kita ambil manfaat
Sumber :

SETELAH MEMBACA ARTIKEL DIATAS LIHATLAH ARTIKEL YANG INI
http://edukasi.kompasiana.com/2013/02/18/sistem-pendidikan-indonesia-terburuk-di-dunia-apa-yang-salah-529735.html
PENDIDIKAN DI INDONESIA SANGAT TERPURUK
Berdasarkan artikel yang diterbitkan 27 November 2012 pada website BBC, Sistem pendidikan Indonesia menempati peringkat terendah di dunia menurut tabel liga global yang diterbitkan oleh firma pendidikan Pearson. Ranking ini memadukan hasil tes internasional dan data seperti tingkat kelulusan antara 2006 dan 2010. Indonesia berada di posisi terbawah bersama Meksiko dan Brasil. Dua kekuatan utama pendidikan, yaitu Finlandia dan Korea Selatan, diikuti kemudian oleh tiga negara di Asia, yaitu Hong Kong, Jepang dan Singapura.
Perbandingan internasional dalam dunia pendidikan telah menjadi semakin penting dan tabel liga terbaru ini berdasarkan pada serangkaian hasil tes global yang dikombinasikan dengan ukuran sistem pendidikan seperti jumlah orang yang dapat mengenyam pendidikan tingkat universitas.
Melihat dari sistem pendidikan yang berhasil, studi itu menyimpulkan bahwa mengeluarkan biaya adalah hal penting namun tidak sepenting memiliki budaya yang mendukung pendidikan. Studi itu mengatakan biaya adalah ukuran yang mudah tetapi yang lebih kompleks dampak yang lebih kompleks adalah perilaku masyarakat terhadap pendidikan, hal itu dapat membuat perbedaan besar. Sir Michael Barber, penasihat pendidikan utama Pearson, mengatakan negara-negara yang berhasil adalah yang memberikan status tinggi pada guru dan memiliki “budaya” pendidikan.
Lalu apa yang salah??
manajemen sistem pendidikan tak ubahnya dengan manajemen proyek secara umum, yang terdiri atas sub-sub bagian seperti manajemen SDM, waktu, biaya, resiko, dan lain sebagainya yang saling berkaitan. Berikut beberapa catatan yang perlu dicermati terkait dengan sistem pendidikan Indonesia saat ini:
- Pendanaan. Anggaran untuk pendidikan di Indonesia memang terus ditingkatkan, akan tetapi hal tersebut masih harus juga digunakan untuk hal-hal yang tepat. Pendanaan BOS (Biaya Operasional Sekolah) yang sedang diterapkan saat ini memang cukup membantu, akan tetapi perlu dicermati pula mengenai distribusi serta sasaran dari pendanaan tersebut. Di wilayah-wilayah tertentu seorang siswa (dari kalangan mana saja baik kaya maupun miskin) dapat terbebas dari uang SPP dari SD Negeri hingga SMA Negeri, namun di wilayah-wilayah lain hal tersebut masih belum dapat terlaksana.
Bila masalah biaya kemudian disepelekan, maka bisa kita lihat bahwa negara-negara dengan peringkat pendidikan papan atas, seperti Finlandia sebenarnya memiliki alokasi anggaran pendidikan yang relatif tinggi. Merendahkan masalah ini dapat diartikan sebagai bentuk persetujuan terhadap fenomena guru yang merangkap tukang ojek di Indonesia. Masalah pendanaan pendidikan juga akan berimbas langsung terhadap ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan. Salah satu daya tarik pendidikan Jerman adalah tersedianya semua sarana yang dibutuhkan untuk melatihkan keterampilan, praktek pendidikan, dan pendukung keilmuan.
- Permasalahan Metode dalam Sistem Pendidikan Nasional. Metode “Spoon Feeding” yang diterapkan mulai dari TK hingga SMA atau bahkan Perguruan Tinggi masih menjadi andalan di Indonesia, dimana guru yang bertindak aktif menyuapi ilmu kepada siswa yang hanya bertindak pasif. Presiden SBY saat temu nasional 2009 di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2009 pun pernah mengkritisi hal ini, “”Saya ingatkan Mendiknas, coba sejak TK, SD, SMP, SMA itu metodologinya jangan guru aktif siswa pasif, dan hanya sekedar mengejar ujian, rapor. Kalau itu yang dipilih, maka anak-anak bersekolah tidak berkembangkreativitasnya, inovasi dan jiwa wirausahanya”.
Lebih lanjut disampaikan bahwa jiwa wirausaha atau entrepreneurship merupakan hal yang sangat penting dan harus dipupuk sejak kecil, sehingga pendidikan nasional tidak hanya melahirkan para pencari kerja tetapi pencipta lapangan kerja. Bila kita cermati sistem pendidikan Jerman biasa kita lihat bahwa sistem menyediakan pilihan yang komperhensif bagi siswa, apakah mau menjadi ilmuwan atau menjadi seorang yang siap kerja dengan keahlian khusus setelah melalui pendidikan. Semua siswa melalui tes penentuan minat bakat terlebih dahulu sebelum kemudian memilih jalur sekolah yang akan diambil. Hasil tes menjadi bahan pertimbangan bagi siswa dan orang tuanya untuk menentukan pilihan.
- Pengajaran Nilai Sikap dan Bukan Pengejaran Nilai Raport. Pendidikan nilai di Indonesia memang memiliki alokasi yang minim. Sebagai contoh, selama 4 tahun kuliah di pendidikan tinggi di Indonesia, pembelajaran nilai umumnya hanya selama 2 sks dalam satu semester. Menurut beberapa pengamat pendidikan, sistem pendidikan di Indonesia masih membuat pengdikotomian terhadap pendidikan nilai dan pendidikan sekuler. Pendidikan nilai umum diajarkan di pesantren misalnya, dan tidak terintegrasi dengan pendidikan di lembaga non-keagamaan. Di lembaga pendidikan formal non-keagamaan pun, penanaman sikap dinilai kurang. Siswa dan guru lebih terfokus pada nilai raport dan UN, sehingga nilai menjadi segala-galanya di Indonesia.
- Manajemen Pendidikan. Wewenang untuk mengambil kebijakan prinsipil dalam bidang pendidikan di Indonesia masih dipegang oleh pemerintahan pusat. Artinya, pemerintahan daerah belum berani mengambil otoritas untuk menentukan masa pendidikan dasar atau corak seragam di sekolah formal. Dengan demikian standarisasi pendidikan di manapun di Indonesia seyogyanya adalah sama. Di Jakarta atau di Manokwari, semestinya standar pendidikan untuk tingkat sekolah dasar sama, Namun perlu dipertimbangkan bahwa akses pada dunia pendidikan di wilayahwilayah Indonesia adalah tidak sama.
Sebagai contoh bagaimana konsep manajemen pendidikan di jerman, I Made Wiryana dalam sebuah milis tentang pendidikan di Jerman. Dia menuliskan bahwa konsep pendidikan di Jerman adalah cenderung pemerataan hak mendapatkan pendidikan. Ini berlaku untuk orang asing atau orang Jerman yang tinggal di Jerman. Artinya secara konsep yang diutamakan adalah pemerataan pendidikan daripada pencapaian puncak-puncak hasil pendidikan. Dia memberikan contoh bahwa ketika hasil PISA rendah, seluruh Jerman panik. Akan tetapi, ketika ada anak-anak Jerman yang dapat penghargaan, orang menganggap hal itu biasa saja. Hal ini terbalik dengan Indonesia yang sangat bangga terhadap prestasi anak bangsa yang mengharumkan nama Indonesia di dunia. Contoh lain adalah jika karier anda sebagai orang lembaga pendidikan ingin maju di Jerman, anda harus pindah ke kampus-kampus kecil (di kota kecil). Beliau menjelaskan bahwa prinsip ini membuat pemerataan kualitas pendidikan terjadi secara alami. Dan lagi-lagi, ini berbeda dengan Indonesia.
Salah satu upaya yang bisa dijadikan starting point bagi upaya perbaikan dan pengembangan sistem pendidikan Indonesia adalah dengan mengetahui kelemahan dan kelebihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan kaji banding dengan sistem negara lain yang lebih baik, sehingga bisa menjadi gambaran bagi kita, bagaimana kita bisa memperkuat yang menjadi kelebihan sistem pendidikan indonesia dan memperbaiki kekurangan yang ada. Melalui peningkatan kualitas sistem pendidikan Indoneisa, kelak Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dan berada di barisan terdepan dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik lagi. Laporan diatas juga menekankan pentingnya guru berkualitas tinggi dan perlunya mencari cara untuk merekrut staf terbaik. Hal ini meliputi status dan rasa hormat serta besaran gaji yang pantas.

 

 

 

KEMNUDIAN BACALAH INI,

http://isomfuadifikri.blogspot.com/2013/02/kelebihan-dan-kekurangan-pendidikan-di.html
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN PENDIDIKAN DI NEGARA ASIA TENGGARA, TIMUR-TENGAH, DAN BARAT

A. Pendahuluan

Setiap bangsa tentu memiliki sistem pendidikan. Dengan sistem pendidikan itu, suatu bangsa mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, keterampilan dan sikap, agama dan ciri-ciri watak khusus yang dimilikinya dengan cara tertentu kepada generasi penerusnya, agar mereka dapat mewariskannya dengan sebaik-baiknya. Melalui sistem pendidikan itu, suatu bangsa dapat memelihara dan mempertahankan nilai-nilai luhur, serta keunggulan-keunggulan mereka dari generasi ke generasi.
Sejalan dengan tumbuhnya perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu sosial pada akhir abad 19, tertuju perhatian pada pengakuan adanya hubungan yang dinamis antara pendidikan dengan masyarakat atau negara tertentu. Pendidikan dipandang sebagai cerminan dari suatu masyarakat atau bangsa, dan sebaliknya suatu masyarakat atau bangsa dibentuk oleh sistem pendidikannya.
Pendidikan komparatif membahas perbandingan secara ilmiah, dan mempunyai tujuan untuk melihat persamaan dan perbedaan, kerja sama, pertukaran pelajar antar bangsa dalam menciptakan perdamaian dunia. Pendapat tersebut sebagai usaha menanamkan dan menumbuh-kembangkan rasa saling pengertian dan kerja sama antar bangsa, demi terpeliharanya perdamaian dunia, melalui peroses pendidikan. Pendidikan komparatif juga diperlukan, untuk melihat kemajuan, kualiatas pendidikan di negara maju dibandingkan dengan dengan negara berkembang.
Studi perbandingan pendidikan merupakan salah satu cara untuk mengetahui berbagai aspek yang berhubungan dengan sistem pendidikan Negara tertentu, terutama yang berhubungan dengan kelebihan yang terjadi pada sistem pendidikan negara tersebut.

 

B. Pembahasan
B.1. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan di Negara Asia Tenggara
B.1.A. Sistem Pendidikan di Indonesia
Salah satu tugas Pemerintah bekerja sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia adalah menyusun undang-undang pendidikan, dan sebagai hasilnya adalah Undang-undang Sisdiknas no 20 tahun 2003. Berdasarkan Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pendidikan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Menurut Undang-undang no 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pada bab VI pasa 16 disebutkan bahwa jenjang pendidikan formal di Indonesia meliputi tiga jenjang, yaitu: pendidikan Dasar, pendidikan Menengah, dan pendidikan Tinggi.
Manajemen Pendidikan di Indonesia
Pengelolaan pendidikan di Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah pusat melalui Menteri Pendidikan Nasional, pemerintah Daerah Provinsi, dan pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ketentuan yang menyangkut pendidikan diatur dalam UU RI No.20 TH 2003 (Sisdiknas ). Sedangkan peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Oleh karena itu pendidikan dapat diterima dan dihayati sebagai kekayaan yang sangat berharga dan benar-benar produktif. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan nasional di Indonesia memberikan keluasan kepada pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat utuk turut bertanggung jawab atas kualitas pendidikan di Indonesia.
AnggaranPendidikan
Dalam UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Untuk memenuhi hak warga negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun. Untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan baik dari segi mutu dan alokasi anggaran pendidikan dibandingkan dengan negara lain, UUD 1945 mengamanatkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Guru/personalia
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 28, bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yang dibuktikan dengan ijazah/sertifikat keahlian yang relevan, yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.
Jenis pendidikan guru yaitu Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang diselenggarakan oleh LPTK yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah, dengan kualifikasi akademik:
1) Pendidik pada jenjang Pendidikan Dasar minimum D-IV atau S1 pendidikan dasar.
2) Pendidik pada jenjang Pendidikan Menengah minimum D-IV atau S1 pendidikan menengah.
3) Pendidik pada jenjang Pendidikan Tinggi minimum: S1 untuk program Diploma, S2 untuk program sarjana, dan S3 untuk program magister dan program doktor.
Kurikulum
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, di Indonesia telah menerapkan enam kali perubahan kurikulum, yaitu kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984, kurikulum 2004, dan yang sekarang berlaku yaitu KurikulumTingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang dikeluarkan pemerintah melalui Permen Dinas Nomor 22 tentang standar isi, Permen Nomor 23 tentang standar lulusan, dan Permen Nomor 24 tentang pelaksanaan permen tersebut, tahun 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari kurikulum Berbasis Kompetensi, atau kurikulum 2004. KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dari pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP bahan belajar siswa sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru dan komite sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi yang ada di lingkungannya.
B.1.B. Sistem Pendidikan di Korea Selatan
Secara umum sistem pendidikan di korea Selatan terdiri dari empat jenjang pendidikan formal yaitu: Sekolah dasar, Sekolah Menengah Tingkat Pertama, SLTA dan pendidikan tinggi. Keempat jenjang pendidikan ini adalah: grade 1-6 (SD), grade 7-9 (SLTP), 10-12 (SLTA), dan grade 13-16 (pendidikan tinggi/program S1), serta program pasca sarjana (S2/S3).
Manajemen Pendidikan di Korea Selatan
Sistem manajemen pendidikan di Negara ini bersifat gabungan antara sentralistik dan desentralisasi, sifat kesentralistiknya hanya terbatas kepada penyusunan panduan dan pedoman semata, sedangkan operasionalnya secara penuh di serahkan kepada komite/Dewan sekolah secara mandiri untuk mengkaji proses pendidikan secara keseluruhan.
Kekuasaan dan kewenangan dilimpahkan kepada menteri pendidikan. Di daerah terdapat dewan pendidikan (board of education). Pada setiap propinsi dan daerah khusus (Seoul dan Busam), masing-masing dewan pendidikan terdiri dari tujuh orang anggota yang dipilih oleh daerah otonom, lima orang dipilih dan dua orang lainnya merupakan jabatan yang dipegang oleh walikota daerah khusus atau gubernur propinsi. Dewan pendidikan diketuai oleh walikota atau gubernur.
Anggaran pendidikan
Anggaran pendidikan Korea Selatan berasal dari anggaran Negara, dengan total anggaran 18,9% dari Anggaran Negara. Pada tahun 1995 ada kebijakan wajib belajar 9 tahun, sehingga porsi anggaran terbesar diperuntukan untuk ini, adapun sumber biaya pendidikan, bersumber dari: GNP untuk pendidikan, pajak pendidikan, keuangan pendidikan daerah, dunia industri khusus bagi pendidikan kejuruan.
Guru/Personalia.
Terdapat dua jenis pendidikan guru, yaitu tingkat akademik (grade 13-14) untuk guru SD, dan pendidikan guru empat tahun untuk guru sekolah menengah. Dengan biaya ditanggung oleh Pemerintah untuk pendidikan guru negeri. Kemudian guru mendapat sertifikat yaitu: sertifikat guru pra sekolah, guru SD, dan guru sekolah menengah. Sertifikat ini diberikan oleh kepala sekolah dengan kategori guru magang, guru biasa dua (yang telah diselesaikan onjob training) dan lesensi bagi guru magang dikeluarkan bagi mereka yang telah lulus ujian kualifikasi lulusan program empat tahun dalam bidang engineering, perikanan, perdagangan, dan pertanian. Sedangkan untuk menjadi dosen yunior college, harus berkualifikasi master (S2) dengan pengalaman dua tahun dan untuk menjadi dosen di senior college harus berkualifikasi dokter (S3).

Kurikulum
Reformasi kurikulum pendidikan di korea, dilaksanakan sejak tahun 1970-an dengan mengkoordinasikan pembelajaran teknik dalam kelas dan pemanfaatan teknologi, adapun yang dikerjakan oleh guru, meliputi lima langkah yaitu (1) perencanaan pengajaran, (2) Diagnosis murid (3) membimbing siswa belajar dengan berbagai program, (4) test dan menilai hasil belajar. Di sekolah tingkat menengah tidak diadakan saringan masuk, hal ini dikarenakan adanya kebijakan walikota daerah khusus atau gubernur propinsi, ke sekolah menengah di daerahnya. 
B.
1.C. Sistem Pendidikan Di Malaysia
Sistem pendidikan di Malaysia dipegang oleh Kementerian Pelajaran Malaysia. Pendidikan Malaysia boleh didapatkan dari sekolah tanggungan kerajaan, sekolah swasta atau secara sendiri. Sistem pendidikan dipusatkan terutamanya bagi sekolah rendah dan sekolah menengah. Kerajaan negeri tidak berkuasa dalam kurikulum dan aspek lain pendidikan sekolah rendah dan sekolah menengah, sebaliknya ditentukan oleh kementerian. Pada era tahun 70an sampai 80an keadaan pendidikan di Indonesia masih di atas Malaysia. Orang Malaysia datang belajar ke Indonesia. Bahkan beberapa guru dari Indonesia diperbantukan mengajar di Malaysia. Sekarang pendidikan di Malaysia termasuk yang paling baik di dunia, tetapi Indonesia malah terkesan berjalan di tempat. Tambahan lagi sekarang biaya pendidikan sudah mulai menjadi di luar jangkauan kebanyakan masyarakat di Indonesia. Sistem pendidikan di Malaysia disusun berdasarkan pada Sistem Pendidikan Inggris
Jenjang pendidikan yang ada di malaysia terdiri dari:1. pendidikan prasekolah, 2. pendidikan rendah, 3. pendidikan menengah, 4. pendidikan pra-universiti.
Manajemen Pendidikan di Malaysia
Anggaran Pendidikan
Orang tua murid dikenakan membayar iuran sekolah yang dibayarkan pada awal tahun ajaran baru. Besarnya iuran yang dipungut oleh pihak sekolah berkisar antara RM 50 hingga RM 75 pertahun (Rp. 125.000 – 187.500/tahun) tiap siswa. Iuran tersebut dirinci untuk pembayaran asuransi, biaya ujian tengah semester & semesteran, iuran khas, biaya LKS, praktek komputer, kartu ujian, file data siswa & rapor.
Khusus untuk sumbangan PIBG (Persatuan Ibu Bapak dan Guru) hanya dipungut satu bayaran untuk satu keluarga. Jadi untuk keluarga yang menyekolahkan 1 anak atau lebih, dikenakan bayaran yang sama yaitu RM 25/keluarga. Dan untuk siswa kelas enam ditambah biaya UPSR sebesar RM 70. Selain itu tak ada pungutan lain, termasuk pula tak ada pungutan sumbangan dana pembangunan. Pembangunan dan renovasi gedung sepenuhnya menjadi tanggungjawab kerajaan/pemerintah.
kurikulum 
Dalam penyusunan kurikulum Malaysia, banyak mengandung materi pembelajaran mengenai kesehatan lingkungan seperti polusi air, udara, makanan dll. Selain itu terdapat juga materi mengenai kesehatan tubuh atau materi mengenai penyakit-penyakit menular yang mungkin menjangkiti manusia, dengan segala cara penyebarannya. Penyajian atau pemaparan materi lebih banyak di analogikan dengan contoh nyata atau kejadian sejarah masa lalu (perang dunia I, perang perancis dan india, sejarah kerajaan mesir atau kejadian penting di new mexico), juga di analogikan dengan contoh-contoh yang mudah dipahami oleh siswa sehingga materi pelajaran bersifat aplikatif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan implementasi kurikulum tersebut dengan kurikulum Indonesia pada tahun 1947, 1964 dan 1968. Hal ini dikarenakan Malaysia pernah belajar pada Indonesia dengan menggunakan kurikulum tersebut dan masih diterapkan secara konsisten sampai saat ini.
Media yang digunakan dalam menunjang pembelajaran banyak yang menggunakan fasilitas internet seperti game online, situs-situs dan blog yang memuat modul/materi pembelajaran, siswa di informasikan alamat-alamat situs tersebut dan tinggal membukanya saat belajar. Selain itu digunakan juga fasilitas persentasi power point yang dapat mengoptimalkan penyampaian materi terutama yang menuntut penayangan gambar.

B.2. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan di Negara Timur-Tengah
Pada masa pra Islam, pendidikan itu hampir tak memiliki signifikansi. Kaum nomad hanya mengenal satu sistem: transmisi lisan. Namun, sejak zaman Islam, segalanya berubah. Islam menekankan pada pentingnya pendidikan dan pembelajaran sejak awal. Bahkan, mungkin tidak ada agama yang lebih menekankan pada soal ilmu, pendidikan dan pembelajaran daripada Islam. Cukuplah ayat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad dengan kalimatIqra’ (Bacalah!) sebagai bukti signifikansi dan ketinggian nilai pencarian ilmu dalam Islam. Selain itu, Islam juga dikenal dengan “agama ilmu pengetahuan”, “agama akal” dan “agama buku”.
Bidang Ilmu
Secara umum ada dua bidang ilmu yang terus berkembang dalam dunia Islam, terutama di Timur Tengah: al-‘ulūm al-naqliyah (ilmu-ilmu tradisional) dan al-‘ulūm al-‘Aqliyah (ilmu-ilmu rasional. Pembagian ini adalah yang paling umum diakui oleh para sarjana Muslim sejak masa-masa awal. Dengan demikian, pembagaian ini memiliki kevalidan sampai batas tertentu. Akan tetapi, menurut Bazarghi, pembagian itu adakalanya justru berimbas pada pemahaman yang keliru bahwa ilmu-ilmu tradisional itu tidak memiliki landasan-landasan rasional.
Bidang-bidang ilmu Islam adalah pengajaran Al-Qur’an, tatabahasa Arab, tafsīrfiqhḥadīthuṣūl al-fiqh (prinsip-prinsip penyimpulan hukum Islam), uṣūl al-ḥadīth (prinsip-prinsip periwayatan hadis), sejarah Nabi  dan para sahabat dan yang di antara yang terpenting adalah adab. Pada beberapa karya sarjana Muslim, ilmu-ilmu seperti filsafat, logika, teologi (ilmu kalam), fisika, metafisika, matematika, astronomi, geografi, kedokteran dan  sastra Arab juga terkadang dikategorikan sebagai bidang ilmu-ilmu Islam. Hal ini barangkali karena interaksi positif di antara ilmu-ilmu Islam dan bidang-bidang ilmu yang telah disebutkan.
Lembaga Pendidikan
Kaum Muslim pramodern terbukti berhasil meraih tingkat literasi dan keakraban dengan teks yang lebih tinggi dibanding bangsa-bangsa Eropa di masa itu (Berkey, 2004). Catatan-catatan historis ihwal pendidikan Islam memberikan banyak perspektif seputar watak dan fungsi lembaga-lembaga pendidikan tapi sedikit sekali yang menjelaskan tentang hubungan satu metode dengan metode lain di masa-masa yang berbeda (Küng 2007). Namun demikian, Küng menyatakan bahwa tumpang tindih itu bukan saja tak bisa dihindari, tapi justru memberikan pencerahan bagi sistem pendidikan yang ada (Küng, 2007).
Dalam kaitan dengan lembaga pendidikan, para sarjana Muslim mencatat beberapa istilah yang terkenal. Untuk bidang pendidikan dasar al-Qur’an, instrukturnya biasa dibagi menjadi dua huffâzh (para penghapal) dan kuttāb(para penulis). Kedua kelompok ini biasanya kemudian mengajar di halaqah(lingkaran belajar di masjid) dan madrasah (sekolah yang dikhususkan untuk pengajaran Islam primer dan sekunder). Selain kedua lembaga di atas, lembaga dār al-kutub (perpustakaan) juga menjadi tempat pendidikan yang populer.
Perkembangan Lanjutan
Pada masa-masa selanjutnya, banyak pemuda Eropa yang belajar di universitas-unniversitas Islam di Spanyol seperti Cordoba, Sevilla, Malaca, Granada dan Salamanca. Cordoba pada masa itu mempunyai perpustakaan yang berisi 400.000 buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan. Selama belajar di universitas-universitas tersebut, sarjana-sarjana Eropa itu aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan Muslim. Pusat penerjemahan kala itu ada di Toledo. Setelah mereka pulang ke negeri masing-masing, mereka mendirikan sekolah dan universitas yang sama. Universitas yang pertama kali didirikan di Eropa ialah Universitas Paris pada tahun 1213 M. Pada penghujung zaman pertengahan barulah berdiri 18 universitas di daratan Eropa. Di berbagai universitas itu diajarkan ilmu-ilmu yang diperoleh dari universitas Islam seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan filsafat.
Akibat perkembangan ilmu pengetahuan Islam inilah kajian filsafat Yunani di Eropa berkembang secara besar-besaran dan akhirnya memicu gerakan Renaissans pada abad ke-14, reformasi pada abad ke-16 M, rasionalisme pada abad ke-17 M, dan aufklarung pada abad ke-18 M.

B.3. Kelebihan dan Kekurangan Pendidikan di Negara Barat
Dari 200 perguruan tinggi top di dunia yang disurvei oleh majalah Times dan dipublikasikan pada November 2004, 62 universitas ada di AS.  Inggris mendapat ranking ke 2, disusul Jerman, Australia, Perancis dan seterusnya.  AS juga menduduki ranking pertama dilihat dari score maximum yang didapat oleh kampusnya. 
Sedang dihitung dari angka score rata-rata, Swiss menduduki peringkat tertinggi dengan angka 422.  Terlihat ada suatu simpangan yang cukup besar dari nilai rata-rata ke minimum dan maksimum di AS atau Inggris.  Sebaliknya di Jerman, Swiss atau Austria nilai simpangan ini sangat kecil, yang berarti mutu pendidikan di negara-negara itu relatif merata.
Scoring yang diberikan majalah Times ini meliputi penilaian dari peer (panel pakar), jumlah fakultas yang "go intenasional" dan jumlah mahasiswa dari luar negeri (yang diasumsikan menggambarkan reputasi perguruan tinggi tersebut sehingga diminati mahasiswa asing), rasio ideal dari jumlah mahasiswa per fakultas, dan jumlah karya tulis mereka yang dikutip di dunia ilmiah. 
Daftar itu bisa menjadi cermin bahwa pada abad ke-21 ini, pendidikan yang bermutu lebih banyak dijumpai di Barat.  Dari dunia Islam, satu-satunya negara yang masuk dalam daftar itu hanya Malaysia, yang diwakili Malaya University dan Sains Malaya University.
Secara umum memang di Indonesia sendiri, alumni perguruan tinggi dari Luar Negeri memiliki "daya jual" yang lebih baik dari lulusan dalam negeri.  Stereotype yang sering muncul adalah: lulusan LN memiliki wawasan lebih luas, memilki attitude (seperti kedisiplinan dan etos kerja) yang lebih baik, dan lebih cakap berkomunikasi dalam salah satu bahasa Internasional.  Walhasil banyak anak-anak dari keluarga kaya yang cenderung pergi sekolah ke Luar Negeri, atau ke sekolah asing di Indonesia.
Antara akses dan mutu
Sebenarnya bila melihat data di atas, tampak bahwa mutu pendidikan sangat tergantung dari besarnya dana (anggaran).  Masalahnya, dana tersebut ada yang disediakan pemerintah, ada yang swadaya. Pada negara-negara dengan simpangan score yang besar (AS atau Inggris), pendidikan tinggi praktis dikelola secara swadaya.  Walhasil ada PT yang sangat bonafid (dengan score 1000) seperti Harvard University, yang SPP-nya juga sekitar US$ 100.000 per semester, namun ada juga yang relatif rendah (score 103 – walaupun masih masuk Top200) yaitu Virginia Polytechnic Institute yang disubsidi oleh pemerintah negara bagian.  Sedang di negara-negara dengan simpangan score yang kecil (seperti Jerman atau Austria), pendidikan tinggi hampir seluruhnya didanai oleh negara.
Secara umum, sistem pembiayaan pendidikan di Barat dapat dibagi dalam empat jenis.
Jenis pertama adalah subsidi penuh, sehingga pendidikan benar-benar gratis.  Sebagai contoh, di Jerman dan Austria, pendidikan adalah gratis sejak masuk Sekolah Dasar hingga lulus Doktor (S3).  Walhasil tidak ada yang tersisih karena persoalan biaya.  Sekolah akan mendapatkan bibit yang terbaik dan siswa yang memang tidak berbakat atau kecerdasannya kurang memadai akan terseleksi secara alami.
Jenis kedua adalah mirip jenis pertama, hanya saja untuk pendidikan tinggi, masa gratis dibatasi misalnya hanya hingga usia tertentu atau lama studi tertentu.  Setelah itu mahasiswa dipungut biaya yang akan makin besar bila lulusnya tertunda.  Negeri yang menerapkan ini misalnya Belanda.  
 Jenis ketiga adalah pembiayaan pendidikan gratis hanya sampai lulus SMA, sedang di perguruan tinggi dipungut biaya SPP – walaupun juga masih bersubsidi.
Jenis keempat adalah pendidikan membiayai sendiri.  Caranya macam-macam, ada yang dengan melibatkan komunitas atau alumni, kerjasama dengan industri atau perbankan (kredit pendidikan) dan atau menjadikan pendidikan sebagai benda komersil.  Contoh ini banyak di Amerika, sekalipun di Amerika banyak juga model pembiayaan jenis ketiga.
Pendidikan jenis terakhir inilah yang cenderungdijual“ secara internasional.  Kita sering melihat iklan dari perguruan tinggi Australia, Singapura atau bahkan Amerika Serikat.  Namun kita akan jarang melihat iklan sejenis dari Jerman atau Austria.  Andaikata ada, maka ia dipakai untuk: (1) merekrut calon ilmuwan unggul dari negara dunia ke-3; (2) merekrut calon agen yang akan mempromosikan dan menyalurkan produk mereka di negara dunia ke-3; (3) mendapatkan tenaga yang lebih murah minimal selama pendidikan (karena membayar kandidat PhD jelas lebih murah daripada membayar pekerja resmi – meski kualifikasi dan yang dikerjakannya sama; (4) mendapatkan anggaran tambahan dari pemerintahnya.
Baru menggarap IQ dan EQ
Di Barat pada umumnya siswa atau mahasiswa tidak dibebani dengan jumlah materi ajar yang terlalu besar sebagaimana di Indonesia, namun mereka dibekali dengan pisau asah sehingga mampu mencari dan mengembangkan sendiri ilmu.  Sedari kecil anak dibimbing untuk mampu berpikir logis, kritis dan kreatif.
Kecerdasan emosi juga dikembangkan sehingga anak-anak yang tumbuh di sana relatif lebih percaya diri, lancar berkomunikasi baik lisan maupun tertulis, dan peka terhadap lingkungan.  Kalau masyarakat di Barat relatif lebih mampu menjaga kebersihan, rajin bekerja, dan displin saat berlalu-lintas, itu adalah buah dari pendidikan EQ yang cukup berhasil.
Dari aspek ruhiyah (kecerdasan spiritual, SQ), perlakuan institusi pendidikan tidak sama.  Di negara dengan tingkat sekulerisme yang sangat tinggi seperti Perancis, tidak ada pendidikan agama pada sekolah umum. Pendidikan agama hanya dimungkinkan pada sekolah swasta berlatarbelakang agama.  Sedang di negara dengan kultur agama yang masih kuat (seperti Katholik di Austria), pendidikan agama diberikan secara umum di sekolah-sekolah sampai SMU.  Untuk siswa yang beragama lain diberikan juga pendidikan agama dengan guru seagama, yang semuanya dibayar oleh pemerintah (termasuk guru agama Islam – yang dikoordinir oleh Austrian Islamic Society).
Namun pendidikan agama ini hampir tidak ada pengaruhnya.  Pada .penelitian James H. Leuba (psikolog terpandang Amerika) Th.1914: 58% dari 1000 ilmuwan Amerika yang dipilih acak tidak percaya adanya Tuhan.  Tahun 1934 jumlahnya naik menjadi 67%.  
Marketer Sekulerisme
Tampak di sini bahwa budaya sekuler-liberal tetap lebih berkesan dibanding pendidikan agama di sekolah yang cuma beberapa jam seminggu.  Persoalan seperti pergaulan bebas, narkoba dan kriminalitas di sekolah ada di mana-mana.  Di sisi lain, pandangan terhadap Islam, umat dan sejarahnya yang bias hampir ditemui di semua semua pelajaran (penelitian Susanne Heine: Islam Zwischen Selbstbild und Klische, Wien, 1995).
Cara pandang dan perilaku sekuler – yang tidak harus melalui indoktrinasi atau pelajaran sekolah – adalah sarana mempertahankan sistem yang ada di Barat (yakni untuk siswa mereka sendiri), dan juga mengekspornya ke seluruh dunia melalui orang-orang asing yang bersekolah di Barat.  Mahasiswa asing ini nantinya diharapkan menjadi "marketer" tentang keramahan bangsa Barat, kehandalan produk Barat, dan kemajuan cara pandang Barat.
Pada kasus beasiswa untuk ilmu-ilmu humaniora, pandangan sekuler ini akan tertanam dalam prinsip-prinsip ilmiah yang dikaji.  Penerima beasiswa dari negara-negara berkembang selama bertahun-tahun, bahkan setelah lulus, diharapkan menghasilkan paper-paper tentang berbagai hal yang dilihat dari sudut pandang kapitalis.
Sedang pada beasiswa untuk ilmu-ilmu sains dan teknologi, secara khusus memang tidak ada pengkondisian sekulerisme di kampus.  Namun realitas kehidupan Barat itu sendiri adalah cara "dakwah" terbaik tentang sekulerisme – sehingga tak sedikit mahasiswa muslim yang berkesimpulan bahwa sistem di Barat serba lebih "islami" daripada di negeri Islam sendiri.
Dengan orang-orang ini, maka imperialisme dapat dilanjutkan.  Keunggulan sains dan teknologi akan dijadikan alat imperialisme, misalnya melalui hutang LN atau ketergantungan produk LN – dan ini sering melalui anak-anak kandung umat Islam sendiri.

C. Penutup
Negara Malaysia cenderung lebih maju di bidang pendidikan karena kurikulum yang dipakai baku dan tidak sering ada pergantian kurikulum. Berbeda dengan negara Indonesia yang sering terjadi pergantian kebijakan serta kurikulum sehingga pelaksana teknis di Indonesia lambat untuk berkembang. Alasan lain yang berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di kedua negara adalah bekas dari negara yang berbeda. Hal ini sedikitnya mempengaruhi sistem pendidikan di kedua negara.
Pendidikan di Barat secara umum memang saat ini lebih maju dibanding di negeri-negeri Islam – yang memang belum menerapkan sistem Islam.  Dalam pembiayaannya, ditemukan bahwa ketika negara mendanai penuh pendidikan, terjadi pemerataan akses – dan juga mutu.  Namun kurangnya sentuhan ruhiyah – terlebih Islam - membuat lulusannya cenderung atheis dan terdehumanisasi.  Mereka akan menjadi alat sekulerisme dan imperialisme.
Sumber Rujukan

http://dwyaza.weebly.com/perbandingan-kurikulum.html. Di akses pada tanggal 05 Nopember 2012
BEGITU MIRIS BUKAN,  JADI KALAU INDONESIA TETAP SEPERTI INI HANYA PADA PENDIDIKANNYA APA BISA KITA MENJADI SEBUAH NEGARA BESAR YANG BISA MENJADI CONTOH DUNIA,



A.    KESIMPULAN
Keberadaan Perguruan Tinggi Agama Islam menjadi pelopor dalampengembangan ilmu-ilmu keislaman di Indonesia dan dunia Islam melalui pengitegrasian berbagai bidang kelimuan yang ada sehingga memberikan ruang yang lebih luas bagi alumni yang dihasilkan. Untuk mewujudkan hal di atas, diperlukan dukungan dalam bentuk penguatan kelembagaan dan peningkatan kualitas ketenagaan sehingga proses ke arah peningkatan mutu dapat berjalan dengan baik.
Berdirinya Universitiy Islam Solo (22 Januari 1950) dan penyerahan Fakultas Agama Universitas Islam Yogyakarta kepada pemeritah menjadi embirio lahirnya IAIN, yang selanjutnya beberapa diantaranya mengalami transformasi menjadi Universitas Islam Negeri (UIN). Pada tanggal 20 Februari 1951terjadi penggabungan antara Universitiy Islam Solo dan University Islam Indonesia menjadi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Tahun 1997 melalui Keputusan Presiden No. 11 Tahun 1997,
UIN, IAIN, dan STAIN sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, mempunyai kontribusi terhadap pengembangan pendidikan di Indonesia sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pengembangan studi keislaman yang dikembangkan di perguruan tinggi Islam juga telah banyak memberikan kontribusi dalam mecerdaskan bangsa Indonesia.
Menurut Ibnu Miskawaih, pendidikan yang sistematis dapat dilaksanakan apabila didasari dengan pengetahuan mengenai jiwa yang benar. Oleh karena itu pengetahuan tentang jiwa adalah sangat penting sekali dalam proses pendidikan. Kajian mengenai konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Ibnu Miskawaih, diharapkan mampu menguak konsep pendidikan Islam dalam skala khusus, terutama pendidikan akhlak yang dirasa penting, karena setiap budaya memiliki norma etika atau tata susila yang harus dipatuhi. Oleh karena itu, moral merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, yang hanya terdapat pada diri manusia.


DAFTAR PUSTAKA
Direktotat Perguruan Tinggi Islam Departeme Agama RI, PERTA Jurnal
Komunikasi Perguruan Tinggi Islam, Vol.IV No.02/2001
Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009
Marwan Saridjo, Pendidikan Islam dari Masa Ke Masa: Tinjauan Kebijakan Ngali Aksara dan Penamadani, 2010



[1]Direktorat Perguruan Tinggi Islam, Sejarah Singkat IAIN dalam http://www.ditpertais.net/ttgiain.asp/2003/, tanggal 20 Desember 2011.
[2] Rusminah, (dkk). Perguruan Tinggi Agama Islam (UIN, IAIN, dan STAIN). Dalam Insan Cendekia, 2010), h.1

[3] Baca DR. Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), h. 16.
[4] Lihat, Prof. H. Muhamad Daud Ali S.H. dan Hj. Habiba Daud S.H. Lembaga-lembaga Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 137.

`[5] Baca A. Malik Fajar, Reorientasi Pendidikan Islam,  (Jakarta : Fajar Dunia, 1999), h. 31
[6] Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 1995), edisi ke-2, Cet, ke-4, h. 1077  
[7]Azyumardi Azra, op. cit., h. 57
[8] Abd al- Ghani  ‘Abud, Dirasat Muqaranat li Tarikh al – Tarbiyah, ( Kairo : Dar al- Fikr    al – Arabi, 1987 ), h. 203

Komentar

Postingan populer dari blog ini

METODE-METODE PEMBELAJARAN SKI

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah merupakan pengetahuan mengenai kejadian kejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan manusia di masa lampau dan ada kaitannya dengan keadaan masa kini. Sejarah juga merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan dan analisis atau peristiwa-peristiwa masa lampau. Sejarah peradaban Islam diartikan sebagai perekembangan atau kemajuan kebudayaan Islam dalam perspektif sejarahnya, dan peradaban Islam. Dalam perspektif Islam, manusia sebagai pelaku sekaligus pembuat peradaban memiliki kedudukan dan peran inti. Kedudukan dan posisi manusia di kisahkan dalam Al Qur’an diantaranya: manusia adalah ciptaan Allah yang paling sempurna dan paling utama Allah berfirman: Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang S...

MATERIAL EVALUATION

MATERIAL EVALUATION ido setyawan 1211010083 LECTURER : Eva Nurchurifiani, M.Pd. THE STATE INSTITUTE OF ISLAMIC STUDIES RADEN INTAN LAMPUNG 2013-2014 FOREWORD Alhamdulillahirobbil’alamiin The authors would like extend their very gratitude to Allah SWT, the Almighty, for the unlimited   blessings bestowed upon them one of wich is their great chance to accomplish composing this papers. Who has given affection for the author for taking the time to complete this papers titled“From Syllabus Design to Curriculum Development”. It is highly expected that this papers might contribute to the betterment of English intruction in this institution. The authors are aware that this papers is still far from perfect. Therefore, the authors expect criticism and suggestions either in writing or orally. Bandar Lampung, ............. March 2014      The Authors CHAPTER   I BACKGROUND A. Introd...

OBJEK EVALUASI PENDIDIKAN

PE NGERTIAN OBJEK EVALUASI PENDIDIKAN Yang dimaksud dengan objek atau susunan evaluasi adalah hal-hal yang menjadi pusat perhatian untuk dievaluasi. Apapun yang ditentukan oleh evaluator atau penilai untuk dievaluasi, itulah yang disebut dengan objek evaluasi. Pada waktu evaluator ingin menilai berat badan siswa, maka yang menjadi obejk evaluasi adalah berat badan siswa, sedangkan angka yang menunujukkan berapa berat badan siswa dimaksud, misalnya 34 kilogram, 40 kilogram, dan sebagainya adalah hasil evalusai.jika evaluator ingin menilai keterampilan siswa   dalam menggunakan termometer, maka yang menjadi objek evaluasi adalah benar tidaknya   gerakan tangan siswa dalam memegang alat, bagaimana siswa meletakkan termometer dibadan anak yang diukur suhunya, kemampuan siswa untuk menentukan berapa lama termometer diletakkan dibagian badan, kemudian juga kemampuan siswa dalam membaca skala yang ada pada termometer, gambaran tentang benar-salahnya siswa menggunakan...